MUI Sambut Labelisasi Sukla
DENPASAR — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali menyambut positif keinginan tokoh muda Hindu di Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, untuk membuat labelisasi makanan sukla.
''Saya kira itu merupakan kewajiban seorang tokoh (Wedakarna) dalam membina umat. Karena untuk labelisasi sukla, pastilah ada standardisasinya," kata Ketua MUI Bali M Taufik As'adi kepada Republika, Rabu (20/8).
Taufik mengatakan, dengan adanya labelisasi itu, para pengusaha restoran yang merasa memerlukan labelisasi sukla akan menyesuaikan dengan persyaratan atau perundang-undangan yang ada. ''Biasanya, pengusaha membuat labelisasi karena merasa perlu dan menjadi tuntutan konsumennya,'' katanya.
Sebelumnya, Wedakarna yang juga anggota DPD RI terpilih asal Bali mengemukakan niatnya untuk mengedukasi umat Hindu, khususnya yang memiliki restoran untuk memerhatikan aspek sukla dalam produk kuliner mereka. Sukla adalah konsep Hindu tentang kesucian makanan yang dibuat dan disajikan. Menurut Wedakarna, untuk tahap awal, dia akan menjadikan labelisasi sukla itu sebagai gerakan moral.
Dikatakan Taufik, labelisasi halal adalah labelisasi yang dibuat atas kebutuhan konsumen, termasuk konsumen yang ada di Bali. Labelisasi itu bisa memberikan rasa nyaman bagi para konsumen. Jika labelisasi lainnya, termasuk labelisasi sukla yang digagas Wedakarna bisa memberikan perasaan nyaman bagi konsumen, hal itu pasti akan mengundang konsumen untuk datang berbelanja.
"Ini kan soal keyakinan dan soal perasaan sehingga sifatnya sangat asasi, sangat pribadi," kata Taufik.
Mengenai kenyataan di lapangan adanya umat Islam yang tidak mempersoalkan label halal saat membeli produk makanan, Taufik menyebut hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Sebab, pengetahuan agama di kalangan Muslim juga bertingkat-tingkat. Pihaknya juga tidak mewajibkan orang-orang yang tidak mempersoalkan sertifikat halal untuk berbelanja di restoran yang punya sertifikat halal.
"Jadi, sertifikat halal itu dibuat untuk produsen dan konsumen yang merasa perlu saja."
Tentang keberadaan bank syariah di Bali, Taufik menilai, hal itu merupakan produk undang-undang dan berlaku di seluruh wilayah NKRI. Bali adalah bagian dari NKRI. Karena itu, wajar jika ada yang ingin mendirikan bank syariah di Bali. "Saya kira selama memenuhi persyaratan yang diperlukan serta bisa melayani masyarakat dengan bagus, bank syariah akan bisa berkembang," katanya.
Bank syariah, menurut Taufik, adalah salah satu pilihan dalam sistem perbankan. Bukan hanya di Indonesia, bank syariah juga ada di negara-negara maju di Eropa. ''Digunakannya istilah syariah bukan menunjukkan eksklusivitas, melainkan memang terminologinya cocok dengan praktiknya.''
• SUMBER •
MUI Sambut Labelisasi Sukla :
http://m.republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/14/08/21/nan7cd10-mui-sambut-labelisasi-sukla
Facebook Page : https://www.facebook.com/Suklasatyagraha/
Comments
Post a Comment