Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Siapa Saja yang Boleh Membaca Weda ?



Ini pertanyaan yang sering terdengar dari semeton non-Hindu, yang membuat semeton Bali keblinger menjawabnya, apalagi semeton Hindu yang dicerca pertanyaan bahwa orang sudra tidak boleh
membaca Weda. Sungguh pertanyaan yang membuat dilema, yang memungkinkan semeton Hindu kita pindah agama karena ditakut-takuti akibat telah membaca Weda yang kata orang non-hindu adalah salah.

Prinsip dasar agama Hindu berbeda dengan agama-agama lain, yaitu: Hindu bukanlah agama doktrin, tetapi agama kebebasan, dalam artian memberikan kebebasan kepada umatnya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui 4 cara - Catur Marga Yoga yaitu: Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan Yoga Marga.


Kebanyakan dari kita menitikberatkan pada Bhakti dan Karma marga. Bila anda mau meningkat ke Jnana Marga, maka bacalah kitab-kitab Weda atau lontar, yang sudah merupakan resume dari Weda, atau berguru kepada seorang Wiku (Pandita – bukan Pinandita).

⚫Lalu siapa yang boleh mempelajari Weda?

⚪Demikian pula Maharsi Vyasa dalam Vayu Purana menyatakan :
"Itihasa Puranabhyam vedam samupabrmhayet,
bibhetyalpasrutad vedo mamayam praharisyati " [Vayu Purana I.20]

"Hendaknya Veda dijelaskan melalui sejarah (Itihasa) dan Purana (Sejarah dan mitologi kuna) Veda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya. Veda berpikir bahwa di (orang yang) akan memukulku"

Berdasarkan petikan diatas, maka untuk memahami Veda diperlukan pemahaman berjenjang dan komprehensif, maksudnya bahwa setiap orang yang ingin memahaminya sebaiknya memiliki referensi yang luas dari pengetahuan yang sederhana sampai yang lebih dalam dan luas.

⚪Smarti Risyi Gotama Bab 12 itu, berikut ini adalah kutipan salinan naskah aslinya.
"wedam upa srnwatas trapu jatubhyam srotra prati puranam ud aharane jihwac chedo dharane sarira bheda asana sayana wak pathisu sama prepsur dandhyah satam " [Gotama Adhyaya XII, kal 3]

Bagi warna Sudra (para pekerja) yang mungkin ingin mempelajari Weda, supaya berhasil dengan baik, yakni dengan mendekatkan pendengarannya mulai dari awal pengertian-pengertian, bahasa dan ucapannya dengan menutup pengaruh dari luar. Badan duduk tenang di tempat belajar Weda dan ucapan-ucapan diulang-ulang terus sampai akhir.

⚪Dalam Bhagawad-gita Adhyaya IV sloka 13 disebutkan:
"Chatur varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah tasya kartaram api mam viddhy akartaram avyayam" [Bhagawad gita IV.13]

Catur Warna Kuciptakan menurut pembagian dari Guna (sifat) dan Karma (pekerjaan). Meskipun Aku sebagai penciptanya, ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.

Berdasarkan sloka di atas dapat diketahui bahwa penggolongan manusia ke dalam
empat kelompok profesi (Catur Warna) yang diajarkan dalam Weda adalah menurut sifat, bakat dan karma dari orang bersangkutan, dan bukan berdasarkan darah kelahiran.

Jika di beberapa tempat yang penduduknya beragama Hindu seperti di Bali muncul istilah kasta, maka hal itu adalah produk adat yang tidak sesuai dengan Weda, dan itupun taktik penjajah . Dengan demikian, jika di Bali (terkesan) ada kasta bukanlah berarti Weda mengajarkan seperti itu. Dengan perkataan lain, kita tidak boleh mengidentikkan Hindu dengan Bali. (baca: "Sistim Kasta di Bali")

Weda diturunkan untuk seluruh umat manusia dan bukan untuk golongan tertentu saja. Pertanyaan yang menegaskan bahwa Weda diturunkan untuk semua orang di manapun berada (bersifat universal) dapat diketahui dari mantram berikut:

"Yathemam vacam kalyanim avadani janebhyah, brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca" [Yajurveda XXVI.2]

"Hendaknya disampaikan sabda suci (Weda) ini kepada seluruh umat manusia, guru/cendekiawan/rohaniawan (Brahmana), pemimpin pemerintahan maupun pelindung masyarakat (Ksatria). Para pedagang, petani/pemilik tanah, nelayan, investor dan pengusaha (Wesya) serta para buruh, pekerja, karyawan, manejer/direktur yang masih bekerja diperusahaan orang lain (Sudra), kepada orang-orang-Ku dan orang asing sekalipun"

Bertolak pada mantram tersebut, maka Hindu sesungguhnya adalah agama missi.
Agama yang harus disebarluaskan sehingga tidak benar jika disebut hanya untuk suatu golongan atau bangsa tertentu (baca:India).

Pengertian missi di dini tentu berbeda dengan missi dalam usaha untuk menyebarkan ajaran agama secara aktif. Umat Hindu berkeyakinan, karena keluhuran agama Hindu, orang-orang yang tertarik pasti akan mendalami dan mengikutinya. Ibarat sebuah kolam, karena airnya jernih, bunga teratainya harum, maka kodok-kodok dan kumbang-kumbang pun berdatangan. Sebaliknya, belatung pasti menjauh karena dia memang tidak suka bunga.
Ajaran Weda bersifat Anadi-ananta dan Sanatana, yaitu tidak berawal, tidak berakhir dan bersifat abadi. Karena itu ajaran Weda senantiaa relevan dengan perkembangan jaman. Hal ini sesuai dengan mantram berikut:

"Nayam jaranti sarado na masa na dyava indram avakarsa yanti" [Regveda VI.24,7]

"Tuhan Yang Maha Esa tidak menjadikannya (Weda) tua, demikian pula bulan dan hari"

Kerealitaan ajaran Weda dimungkinkan dengan adanya konsepsi desa-kala-patra (tempat-waktu-keadaan). Konsepsi ini memungkinkan ajaran Weda akan masuk ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia, dalam waktu kapan pun dan di manapun mereka berada.

Weda memberikan kesempatan kepada umatnya untuk mengembangkan kreativitas, dan tidak menjejali umatnya dengan doktrin-doktrin yang tidak diterima dengan akal. Weda menghargai umatnya sebagai makhluk yang memiliki akal (idep) sehingga memiliki kesempatan untuk mengurus dirinya sendiri. Dengan akal budi inilah manusia semestinya selalu berbuat yang dapat membebaskan dirinya dari ikatan maya (kesemuan dunia). 

Dengan terbebas dari ikatan maya, maka manusia akan sadar dengan hakekat dirinya sehingga kelak dapat bersatu dengan-Nya (bukan diterima di sisi-Nya, seperti iklan kematian umumnya). Dalam hal ini, tugas ajaran agama adalah memberikan tuntunan, rambu-rambu, agar manusia tidak sampai terhanyut oleh pikirannya sendiri.

Berikutnya, untuk memahami kedudukan Weda dalam hukum Hindu, maka kita harus mengetahui hirarki hukum Hindu. Dalam Manusmerti disebutkan sebagai berikut:

"Wedo ‘khilo dharmamulam smrti sile ca tad vidam acarasca iva sadhunam atmanas tustir eva ca" [Manadwadharmasastra II.6]

Weda adalah sumber dari segala Dharma, kemudian barulah Smrti, di samping Sila, Acara dan Atmanastuti.

Berdasarkan kutipan tersebut jelaslah sumber-sumber hukum semesta secara hirarkis adalah Weda (Sruti) yang meliputi Reg, Sama, Yajur, dan Atharwaweda; selanjutnya Smrti (Dharmasastra), Sila (tingkah laku orang suci), Acara (tradisi yang baik) serta yang paling rendah adalah Atmanastuti (keheningan hati).

Jadi, siapa saja yang boleh Membaca Kitab Suci Weda?

Jawabannya, Siapa saja... tidak memandang status sosial, tua muda, pintar bodoh.
setiap orang yang ingin belajar, maka dia akan mendekati weda, karena weda adalah sumber pengertahuan.


Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoreksi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Om, tat astu rahayu makesami...

Sumber:
Juru Sapuh

Comments