Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Sarasamuccaya 41


na tata parasya sandadhyat
pratikulam yadātmanah
eşa samkşepato dharma kāmādanyat pravartate
“Apa pun yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan, dan pebuatan yang tidak menyenangkan bagi dirimu, apapun yang menimbulkan duka dan sakit hati bagi dirimu; janganlah hendaknya yang menimbulkan keadaan seperti itu engkau lakukan pada orang lain. Perbuatan apapun yang tidak engkau sukai menimpa dirimu, janganlah perbuatan seperti itu engkau timpakan kepada orang lain.”


Menurut sloka Sarasamuccaya di atas, hendaknya manusia selalu introspeksi diri sebelum melakukan sesuatu terhadap orang lain agar tercapai suatu keselarasan hidup di masyarakat. Setiap perbuatan, perkataan, dan pikiran, hendaknya dipertimbangkan terlebih dahulu. Antara laki-laki dan wanita, harus saling bekerjasama mengisi kehidupan ini. Manusia dilahirkan dengan memiliki kelebihan pada pola pikirnya, sehingga sudah seharusnya manusia dapat menjaga perbuatan, perkataan dan pikirannya agar tidak mudah untuk menyinggung atau menyakiti orang lain yang berada disekitarnya. Apapun jenis perilaku yang dilakukan oleh manusia, hendaknya harus dilandasi oleh pemikiran yang matang, tidak menimbulkan perilaku, atau anggapan buruk dikemudian hari. Cermin yang terpenting terdapat pada diri sendiri, meski tidak mudah untuk menilai dan menjaga diri sendiri. Maka dari itu, hendaknya kita mampu untuk senantiasa menilai diri dari dalam sebelum menilai perilaku atau perbuatan orang lain.
Sumber: Sanātana Dharma

Comments