Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



108


Makna 108 pada Hindu



Dalam Ajaran Hindu, angka 108 adalah suci dan keramat. dimana:


1. Dewata Nawa Sangga

1+0+8 = 9 berkaitan dengan pangider-ider Dewata Nawa Sangga (sembilan Dewa yang menyangga bumi dari arah mata angin)
ARAH MATA ANGINBHATARA/DEWA
TimurIswara
TenggaraMahesora
SelatanBrahma
Barat DayaRudra
BaratMahadewa
Barat LautSangkara
UtaraWisnu
Timur LautSambu
TengahSiwa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa)


2. Mitologi Sang Ratnakara

Mitologi Sang Ratnakaraperampok dan pembunuh sadis yang hidup sekitar 3000 tahun Sebelum Masehi di India, sudah merampok dan membunuh 108 pendeta.
Suatu hari ia bertemu seorang pendeta, ketika hendak dibunuh, pendeta itu menghilang, demikian berkali-kali sehingga dia sadar bahwa itu bukan pendeta biasa; dia pun terduduk dan mohon ampun ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Turunlah Bethara Siwa yang tadi menyamar sebagai pendeta. Bethara Siwa mau memberi pengampunan bila Sang Ratnakara mau bertobat dan terlebih dahulu bertapa selama 100 tahun. Sang Ratnakara bersedia melaksanakan perintah, dan dia pun bertapa, sampai sekujur tubuhnya ditumbuhi lumut dan menjadi sarang semut.
Pada hari ke 100 tahun turunlah Bethara Brahma membangunkan tapa-nya dan memberi penugerahan, selanjutnya Bethara Wisnu memberikan pelajaran ke-dharma-an.
Lama kelamaan Sang Ratnakara di-Diksa sebagai Bhagawan Walmiki. Ketika Walmiki masuk sorga, salah satu pertimbangan-Nya adalah karma yang berupa dosa membunuh 108 pendeta sudah imbas dengan karma mulia yang dilaksanakannya setelah menjadi Wiku/Bhagawan.
Ini dapat disimpulkan bahwa sejahat-jahatnya manusia, bila suatu ketika ia sadar dan bertobat serta menyerahkan dirinya secara utuh ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa selamanya, maka Beliau akan mempertimbangkan antara dharma dan adharma karma manusia tersebut.


3Ganitri

Kedua hal di atas memberi ilham kepada para Rsi/ Mpu setelah zaman Walmiki untuk mengabadikan peristiwa bersejarah itu dengan antara lain membuat Ganitri, yaitu untaian buah Ganitri kering sebanyak 108 biji yang dirangkai dengan benang kapas putih sebagai alat memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa melalui Mantram Gayatri.


4. Mitologi Sang Lubdaka

Mitologi Sang Lubdaka, terjadi jauh setelah zaman Walmiki, pada saat mana para Rsi/ Mpu telah menggunakan Ganitri.
Sang Lubdaka adalah tokoh yang dikarang oleh Mpu Tanakung dalam kekawin Siwaratri Kalpa di mana dia diceritakan berlindung di atas pohon
Bila tepat pada malam hari “panglong ke 14 sasih ke-Pitu” yaitu malam yang tergelap sepanjang satu tahun, di saat mana Bethara Siwa menggelar tapa-yoga-samadi dan menganugrahkan ajaran “Brata Siwaratri”.
Sang Lubdaka juga tanpa sengaja/ kebetulan memetik-metik daun Bila satu per satu sebanyak 108 sampai hari terang seraya memohon keselamatan dan menyesali perbuatannya yang adharma di masa lalu, dan daun Bila itu tepat jatuh di telaga di bawah pohon Bila, di mana ada Lingga Siwa.


5. Mantram Gayatri

Lebih lanjut mengenai Siwaratri harap dibaca lontar Siwaratrikalpa.
Umat Hindu diharapkan melaksanakannya sesuai dengan petunjuk dalam lontar tersebut, antara lain dengan mengucapkan Mantram Gayatri secara bersungguh-sungguh sebanyak 108 kali memakai alat bantu ganitri atau memetik daun bila, atau kedua-duanya.


6. Nyama Bajang

Selain itu angka 108 juga merupakan jumlah “Nyama Bajang” yang menyertai kelahiran bayi.
Menurut Lontar Tutur Panus Karma, Nyama Bajang adalah kelompok kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa yang bertugas membantu “Kanda Pat” dalam menjaga si-bayi dalam kandungan.
Nyama Bajang terdiri dari 108 mahluk halus, antara lain bernama: bajang colong, bajang dedari, bajang dodot, bajang lembu, bajang yeh, bajang tukad, bajang ambengan, bajang papah, bajang lengis, bajang bukal, bajang kunir, bajang simbuh, bajang deleg, bajang bejulit, bajang yuyu, bajang sapi, bajang kebo, bajang helang, bajang kurkuta, bajang lelawah, bajang kalong, bajang kamumu, bajang haa, dan lain-lain.

sumber : 
shivadwara.blogspot.co.id 
stitidharma.org
mantrahindu.com

Semoga Bermanfaat

Comments