Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Wewenang Jero Mangku

Wewenang Jero Mangku


QUESTION:
  1. Mawinan sane wenang muput upacara pangabenan, rawuh ring dija kemanten watesan ngamel karya (kaluwan – kateben) sang dados Pamangku di Merajan Siwa.
  2. Wenten Mantram Siwa stawa, napi mantram punika sane kawejarang rikala ngastawa Ida Bethara Dalem Siwa ring merajan Siwa.
  3. Kari akeh wargine ngenahang warna-warna upakara antuk uger-uger kaja-kelod sane ngawinang singsal pamargin saking Bali Utara – Bali Selatan. Manahang titiang sane patut kaanggen uger-uger inucap wantah mata angin utawi Utara-Selatan sane ngawinang warna ireng punika satata ring utara. Napi ke patut manah titiang punika.
ANSWER:
1. Menurut Buku Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama Hindu, Jero Mangku tergolong sang Eka Jati dengan batasan wewenang nganteb banten yadnya sampai tingkat padudusan alit.
Namun demikian apabila dresta/ tradisi yang berjalan memberikan wewenang yang lebih tinggi kepada Jero Mangku Merajan SiwaIda Bethara Sesuwunan disertai tanggung jawab penuh akan kesempurnaan jalannya yadnya. untuk “muput” semua jenis yadnya tentunya didasarkan pada keyakinan atas penugrahan
Sebenarnya istilah yang tepat untuk sang Eka Jati adalah “nganteb” sedangkan untuk sang Dwi Jati “muput”karena dalam proses ini sang Dwi Jati melakukan “ngili Atma” dan ngelinggihang Bethara Siwa dalam Angga Sarira beliau.
2. Mantram Siwa stawa adalah Mantram/ Puja kepada Bethara Siwa (Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud sebagai Siwa) tetapi pengertian “siwa” dalam istilah Ida Bethara Dalem Siwa atau Merajan Siwa, berbeda.
Inti sejarah yang diuraikan dalam Lontar Dwijendra Tattwa adalah ketika di Bali jumlah Pandita/ Pedanda terbatas, tidak mampu melayani yadnya yang diadakan oleh masyarakat banyak yang jauh-jauh dari Geria, maka atas adnyanan Ida Pandita diperkenankan membangun pesimpangan beliau di suatu tempat.
Beliau memberi panugrahan, jika memerlukan tirta apa saja boleh ngayat beliau dari tempat itu.
Waktu berjalan, dan tempat itu lama kelamaan menjadi Pura Siwa atau Merajan Siwa, atau Pura Dalem Siwa, dsb. Tradisi lama pun dengan ngayat tetap dilakukan oleh para Jero Mangku, walaupun kini jumlah Pandita/ Pedanda sudah mencukupi.
Mengenai pengertian “siwa” dalam konotasi ini harap membaca jawaban atas pertanyaan Putu Ayu Usayani dari Pemaron, Singaraja.
3. Benar, dan untuk tegasnya, lebih baik menggunakan nama arah/ mata angin menurut bahasa Indonesia dan bahasa Kawi dengan urut-urutan sebagai berikut (disertai warna):
  • Timur = Purwa, warna putih = sweta
  • Tenggara = Agneya, warna merah muda = dhumbra
  • Selatan = Daksina, warna merah = rakta
  • Barat Daya = Nairity, warna oranye = rajata
  • Barat = Pascima, warna kuning = pitha
  • Barat Laut = Wayabya, warna hijau = syama
  • Utara = Uttara, warna hitam = kresna
  • Timur Laut = Aisaniya, warna abu-abu = biru
  • Tengah-tengah = ada tiga: bagian luar = Adhasana, warna catur warna = empat warna; bagian dalam = Madyasana, warna sarwa suwarna = semua warna; bagian inti = Agrasana, dipta warna = warna api

Hindari menggunakan Kaja-Kelod karena akan membingungkan (kaja-kadia-ke gunung; kelod-ke laut). Di samping itu penggunaan Bahasa Kawi untuk arah mata angin akan memudahkan Jero menghayati kedudukan Bethara Dewa Nawa Sangga di mana akan dilengkapi dengan nama-nama: Dewa, Dewi, warna, aksara, senjata beliau masing-masing.

Sumber:
http://stitidharma.org

Comments