Pengerupukan
Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia, upacara ngrupuk ini dilakukan pada saat sandhyakala setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah sehari sebelum Hari Raya Nyepi, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur.
Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian.
Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa. Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar.
Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.
Sebagai tambahan, dalam perayaan pengerupakan ini, untuk sanggah cucuk ring Pamrajan / Sanggah; menghaturkan Banten Pejati, yaitu :
- Pras
- Ajuman
- Daksina
- Ketipat kelanan
- canang lengawangi (canang burat wangi)
sedangkan di halaman pura atau natar merajan; menghaturkan segehan putih kuning atanding. Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoresi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…
Comments
Post a Comment