Pelangi Di Dalam Hati
Pelangi adalah jembatan yang menghubungkan langit dengan bumi, itu pesan yang sering terdengar di hutan keheningan. Bagi jiwa-jiwa yang peka dalam rasa mengerti, ada pesan indah yang mau disampaikan langit melalui munculnya pelangi. Dan keindahannya tidak bisa diwakili oleh lidah mana pun.
Mungkin itu sebabnya, di atap bumi Tibet salah satu nama yang diberikan pada mahluk tercerahkan adalah raibow body (tubuh yang seindah pelang). Di saat wafat, jiwa-jiwa indah seperti ini akan dihormati oleh alam dalam bentuk munculnya pelangi di langit, serta gempa kecil di bumi.
Dalam segelintir kisah, bahkan ada Guru suci yang sudah mengalami tubuh yang seindah pelangi di saat tubuh beliau masih segar bugar. Ringkasnya, bahkan lidah Buddha pun akan kurang panjang untuk bisa menjelaskannya.
Kendati demikian, mari menemukan sejumlah bahan renungan yang mau disampaikan langit melalui pelangi. Sejumlah pencari di dunia spiritual sering mengutip pesan seperti ini. Kebencian dan serangan orang-orang mirip dengan cahaya panas matahari. Namun ketulusan Anda untuk memaafkan adalah hujan rintik-rintik yang muncul di sana.
Akibatnya, ada pelangi spiritual yang muncul di sana. Sebagai pedoman dalam melangkah, di setiap tempat dan putaran waktu ada orang yang menyerang dan mencaci. Yang dilakukan jiwa-jiwa yang dalam sederhana, bukannya terbakar oleh hawa panas kebencian orang lain, tapi melukis pelangi indah di sana. Terutama melalui ketulusan untuk selalu memaafkan.
Di Barat pernah lahir wanita bercahaya bernama Maya Angelou, salah satu warisan indah wanita karismatik ini berbunyi seperti ini: “belajar menjadi pelangi di awannya orang-orang”. Kemarahan orang mirip dengan awan yang menghalangi munculnya cahaya. Tapi ketulusan Anda untuk melihat orang marah sebagai jiwa menderita yang meminta pertolongan adalah pelangi indah yang muncul kemudian.
Dari dua penjelasan ini terlihat terang benderang, rupanya ada pelangi indah di dalam hati. Sebagaimana pelangi di langit yang memerlukan cahaya matahari panas dan sedikit awan, pelangi di dalam hati juga serupa. Ia memerlukan kebencian, kemarahan dan serangan orang-orang.
Serupa petani yang tidak bisa bertani kalau tidak ada tanah, mirip dengan nelayan yang tidak bisa memancing ikan jika tidak ada lautan, pelangi di dalam hati tidak akan muncul indah kalau seseorang tidak diserang dengan penuh kebencian.
Itu sebabnya, di jalan belas kasih (compassion) orang-orang yang mencaci dan melukai disebut sebagai permata langka yang paling berharga. Mengulangi pesan sebelumnya, merekalah yang membantu jiwa-jiwa bercahaya agar bisa berjumpa pelangi di dalam hati.
Di atap bumi Tibet pernah lahir jiwa seindah pelangi bernama Gyalse Ngulchu Thogme (1295-1369). Tatkala musim gagal panen tiba, beliau memberikan semua hal yang dimiliki kepada pengemis. Suatu hari ada pengemis kedinginan yang meminta baju yang beliau kenakan. Itu juga dikasi. Sebagai akibatnya, sebagian orang mengira beliau sudah sakit jiwa karena ke mana-mana tidak mengenakan baju. Di saat beliau wafat, langit penuh pelangi, bumi menghormat dengan gempa kecil.
Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoresi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…
Sumber:
Mungkin itu sebabnya, di atap bumi Tibet salah satu nama yang diberikan pada mahluk tercerahkan adalah raibow body (tubuh yang seindah pelang). Di saat wafat, jiwa-jiwa indah seperti ini akan dihormati oleh alam dalam bentuk munculnya pelangi di langit, serta gempa kecil di bumi.
Dalam segelintir kisah, bahkan ada Guru suci yang sudah mengalami tubuh yang seindah pelangi di saat tubuh beliau masih segar bugar. Ringkasnya, bahkan lidah Buddha pun akan kurang panjang untuk bisa menjelaskannya.
Kendati demikian, mari menemukan sejumlah bahan renungan yang mau disampaikan langit melalui pelangi. Sejumlah pencari di dunia spiritual sering mengutip pesan seperti ini. Kebencian dan serangan orang-orang mirip dengan cahaya panas matahari. Namun ketulusan Anda untuk memaafkan adalah hujan rintik-rintik yang muncul di sana.
Akibatnya, ada pelangi spiritual yang muncul di sana. Sebagai pedoman dalam melangkah, di setiap tempat dan putaran waktu ada orang yang menyerang dan mencaci. Yang dilakukan jiwa-jiwa yang dalam sederhana, bukannya terbakar oleh hawa panas kebencian orang lain, tapi melukis pelangi indah di sana. Terutama melalui ketulusan untuk selalu memaafkan.
Di Barat pernah lahir wanita bercahaya bernama Maya Angelou, salah satu warisan indah wanita karismatik ini berbunyi seperti ini: “belajar menjadi pelangi di awannya orang-orang”. Kemarahan orang mirip dengan awan yang menghalangi munculnya cahaya. Tapi ketulusan Anda untuk melihat orang marah sebagai jiwa menderita yang meminta pertolongan adalah pelangi indah yang muncul kemudian.
Dari dua penjelasan ini terlihat terang benderang, rupanya ada pelangi indah di dalam hati. Sebagaimana pelangi di langit yang memerlukan cahaya matahari panas dan sedikit awan, pelangi di dalam hati juga serupa. Ia memerlukan kebencian, kemarahan dan serangan orang-orang.
Serupa petani yang tidak bisa bertani kalau tidak ada tanah, mirip dengan nelayan yang tidak bisa memancing ikan jika tidak ada lautan, pelangi di dalam hati tidak akan muncul indah kalau seseorang tidak diserang dengan penuh kebencian.
Itu sebabnya, di jalan belas kasih (compassion) orang-orang yang mencaci dan melukai disebut sebagai permata langka yang paling berharga. Mengulangi pesan sebelumnya, merekalah yang membantu jiwa-jiwa bercahaya agar bisa berjumpa pelangi di dalam hati.
Di atap bumi Tibet pernah lahir jiwa seindah pelangi bernama Gyalse Ngulchu Thogme (1295-1369). Tatkala musim gagal panen tiba, beliau memberikan semua hal yang dimiliki kepada pengemis. Suatu hari ada pengemis kedinginan yang meminta baju yang beliau kenakan. Itu juga dikasi. Sebagai akibatnya, sebagian orang mengira beliau sudah sakit jiwa karena ke mana-mana tidak mengenakan baju. Di saat beliau wafat, langit penuh pelangi, bumi menghormat dengan gempa kecil.
Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoresi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…
Comments
Post a Comment