Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Pencuri Kedamaian



Pencuri Kedamaian

Di dunia akademis, setiap bentuk pengkotakan jiwa manusia disarankan untuk dihindari. Terutama karena pengkotakan adalah sebentuk pendangkalan. Meminjam pendapat seorang filsuf, jiwa manusia itu multi dimensional (melampaui segala pengkotakan). Namun, untuk kepentingan praktis pengkotakan itu diperlukan.

Lebih mudah menyembuhkan luka jiwa kalau seseorang mengerti ciri unik dirinya di dalam. Sebagai bahan renungan dalam perjalanan panjang menuju kedamaian, ada dua jenis pencuri kedamaian di dalam. Kedua pencuri inilah yang membuat kedamaian pergi menjauh entah ke mana.

Oleh karena serangkaian kejadian di masa lalu yang menimbulkan banyak luka jiwa, sebagian sahabat cenderung peka dan mudah luka. Jangankan diserang orang, bahkan ditanya orang saja bisa menimbulkan luka. Pencari spiritual jenis ini suka membuat konsep diri yang terlukai di dalam. Ia menyebut diri sebagai korban kehidupan.

Wajah diri seperti inilah yang terus menerus bercakap-cakap di dalam. Dari minta perlindungan sampai dengan minta didengarkan. Begitu memori terlukai muncul, ia minta perlindungan. Begitu ingatan disakiti muncul, ia minta didengarkan. Sebagai akibatnya, pikiran tidak pernah istirahat di dalam.

Dari waktu ke waktu pikiran sibuk antara membangun perlindungan diri di dalam, atau meladeni diri yang terlukai untuk terus menerus didengarkan keluhannya. Saat ia minta perlindungan, diri yang terluka ini mirip bayi menangis yang minta didekap. Tatkala ia minta didengarkan, diri yang luka ini mengeluh soal orang-orang yang melukai. Ujungnya mudah ditebak, ia mencuri kedamaian jiwa di dalam.

Pencuri kedamaian yang ke dua sering mendatangi manusia yang sebaliknya, yakni manusia yang terlalu percaya diri, sehingga tidak memiliki kepekaan sama sekali. Di psikologi, manusia jenis ini disebut sebagai sapi di tengah barang pecah belah. Ia bicara ke sana ke mari seenaknya. Dan tidak tahu kalau yang mendengarkan terluka jiwanya.

Jika manusia peka membangun konsep diri yang terluka, sapi di tengah barang pecah belah ini persoalan waktu akan dikejar oleh banyak rasa bersalah. Rasa bersalah inilah yang juga membangun sosok diri palsu di dalam. Jika ia tidak muncul di usia muda, ia akan muncul di masa tua. Sedihnya, kalau tidak muncul di usia muda dan di usia tua, rasa bersalah ini akan mengejar nanti setelah kematian. Ini lebih menakutkan lagi.

Sama dengan diri yang terluka yang bercakap-cakap di dalam, rasa bersalah ini juga bercakap-cakap di dalam. Dari minta dibenarkan sampai dengan kecenderungan untuk selalu menyalahkan. Saat memori buruk datang dari masa lalu, ia akan menumpuk argumen pembenaran. Ketika ingatan tentang orang dibenci muncul, ia langsung menyalahkan.

Ujungnya sama, pikiran selalu ribut di dalam. Persoalan waktu, jiwa akan kelelahan. Lagi-lagi kedamaian lari entah ke mana. Teman-teman yang sudah menghabiskan waktu tahunan dalam keheningan kesendirian mengerti, inilah dua jenis pencuri kedamaian yang digendong manusia ke mana-mana.

Di jalan meditasi, begitu pencuri-pencuri kedamaian ini datang, segera ia didekap lembut dengan sepasang tangan ke-u-Tuhan. Seperti alam yang mendekap malam dan siang, seperti itu juga seseorang disarankan untuk mendekap luka dan suka di dalam. Tidak saja para pemula, bahkan jiwa bercahaya pun ada luka dan sukanya.

Sebagai hasilnya, pelan perlahan percakapan melelahkan di dalam akan menurun. Diri sebagai korban - untuk jiwa yang mudah luka, mulai mengecil. Bersamaan dengan itu bertumbuh benih-benih agar seseorang menjadi tuan dalam kehidupan. Rasa bersalah yang mengejar juga serupa, begitu ia sering didekap oleh ke-u-Tuhan, pelan perlahan ia tidak lagi menjadi pencuri kedamaian di dalam.

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoresi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…

Sumber:
Juru Sapuh


Comments