Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Pembebasan Dicapai Melalui Pengetahuan Nafas


Pembebasan Dicapai Melalui Pengetahuan Nafas

Rasesvara Saivaisme adalah lebih bersifat ilmu pengetahuan, ketimbang suatu aliran filsafat. Ia tidak mengetengahkan suatu teori metafisika, etika, dan efistemologi, tetapi tetap termasuk dama system filsafat. Sistem filsafat Rasesvara mengahadirkan tahapan puncak dari system pengobatan India yang disebut ayur Veda dan diantara (delapan) cabang ayur Veda yang dikenal baik, pengobatan, pembedahan, dan kebidanan. Sistem Rasesvara menghadirkan suatu dorongan pada konsepsi Rasayana yang lebih awal. Menurut Caraka, Rasayana berhasil dalam memperpanjang umur, memperkuat ingatan, membuat awet muda dan sebagainya.


Rasesvara menyatakan bahwa masalah kimia merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berguna. Ia menyatakan bahwa air raksa yang diperoleh dan dimurnikan dengan cara seprti yang diberikan dalam kepustakaan Rasesvara, apabila dicampur dengan logam, seperti: besi, tembaga, perak, dan timah dalam proporsi 1 atau 1000 dari total berat logam lainnya itu, akan merubahnya menjadi emas.

Rasesvara memberikan infromasi tentang segala sesuatu yang diperlukan guna pemrosesan dan pemurnian air raksa. Ia memberikan penjelasan tentang warna, rasa, dan bau secara rincian antara lain untuk mengidentifikasi rerumputan untuk obat-obatan serta menyatakan tentang ciri-ciri tempat, dimana ia dapat ditemukan. Logam dapat diberi suatu warna dan warna dari logam asli dari logam dapat dirubah dan menunjukkan tata cara melakukan hal itu. Ia dapat memproses dan memurnikan air raksa, yang apabila dipergunakan dapat membuat badan yang mempergunakannya dapat berjalan di atas air, dapat pergi ribuan kilometer tanpa merasa lelah, tak dapat dibelenggu dengan rantai besi, tak dapat dilukai oleh senjata apapun, dan tak terbakar oleh api, dapat terbang di udara, dapat berbicara dengan dewa-dewa di surga dan dapat kembali ke bumi.

Menurut Rasesvara, tidak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama dan keduanya berjalan bergandengan. Ada pelaksanaan keagamaan tertentu yang tetap terpelihara dan upacara keagamaan tertentu yang dilakukan agar mencapai keberhasilan dalam memproses dan memurnika air raksa, sedemikian itu agar terbebas dari kematian, penyakit dan usia tua. Pengulangan secara internal rangkaian suara simbolik tertentu (mantra japa), inisiasi spiritual dan pemujaan bentuk phallus dari Saiva, mengenakan air raksa (rasa Linggam), semuanya diperlukan dan akhirnya keberhasilan tergantung kepada anugerahNya.

Rasesvara Saivaisme tidak mengakui teknik dari Nyaya, Vaisesika, ataupun Vedanta. Ia mengambil teknik dari Saivaisme dualis; sehingga dalam Rasasnava, ditemukan referensi tentang Sakti pada dan Pasa, dimana Isa dan Sada Saiva juga dinyatakannya. Rasesvara Saivaisme menghadirkan Maheswara, Tuhan tertinggi sebagai Mahatahu dan Mahakuasa, yang pada pokoknya halus (suksmarupa) dan bebas dari segala ketidakmurnian, (niranjana). Tuhan tertinggi dinyatakan menciptakan dan menghancurkan segala sesuatu dengan kehendakNya. Segenap alam semesta muncul dari padaNya, memiliki keberadaan di dalamNya dan secara pokok identik denganNya. Roh pribadi, diakui identik dengan yang tertinggi dan setelah menghilangkan segala ketidakmurnian dapat memperoleh pembebasan melalui anugerahNya. Pembebasan dalam kehidupan ini (jivanmukti) merupakan kesadaran tentang identitas sang roh, yang ada di dalam badan yang abadi dengan saiva.

Rasesvara Saivaisme sangat meragukan pembebasan setelah kematian yang dijanjikan oleh beberapa aliran pemikiran filsafat. Tak ada bukti langsung untuk meyakinkan kita bahwa pembebasan setelah kematian benar-benar ada, sehingga kita dapat mengikuti jalan seperti yang dinyatakan olehnya tanpa keraguan-raguan pada pikiran kita tentang pencapaian yang obyektif.

Rasesvara Saivaisme mengakui ada tiga tahapan pembebasan, yaitu Jivanmukti, Salokya, dan Saivata (Gamana). Pembebasan akhir menurut Rasesvara Saivaisme adalah pencapaian kesamaan dengan Saiva. Ia mengakui bahwa pengetahuan merupakan merupakan cara untuk pembebasan akhir, dengan melaksanakan Yoga, yaitu dengan pengendalian pernafasan.

Advaita Saivaisme dari Nandikesvara

Advaita Saivaisme didiriakn oleh Nandikesvara dengan menyusun kitab Nandikesvara Kasika, dan diulas oleh Upamanyu dalam Tattva Vimarsini. Para bijak atau para murid system tata bahasa Pasini dari Advaita Saivaisme ini antara lain: Nandikesvara, Patanjali, Vyaghrapat, dan Visistha. Mereka merenungkan Saiva untuk mendapatkan ilham dan sebagai anugerahnya Saiva muncul di hadapan mereka dengan memukul gendering tangannya (damaru). Suara yang dikeluarkan secara simbolis memberikan 14 sutra.


Sutra-sutra yang diketemukan pada permulan dari Astadhyayi-nya Pasini, merupakan gambaran yang jelas dari suara gendering tangan Saiva yang kurang jelas. Para bijak memungkinkan untuk memahami arti dari sutra-sutra tersebut yang diperjelas oleh Nandikesvara dan ia menguraikan artinya dalam 26 buah sloka, dalam Nandikesvara Kasika. Dalam Nandikesvara Kasika, hanya terdapat 1 sloka, yaitu nomor dua yang merupakan pedoman dari Pasini yang ditunjukan oleh Nagesa dalam Udyota-nya. Dikatakan bahwa huruf terakhir pada akhir setiap sutra dari ke 14 sutra diperuntukan bagi Pasini untuk membangun sistem tata bahasa, sedangkan sisanya menghadirkan satu sistem monistik dari filsafat Saiva.

Advaita Saivaisme atau Nandikesvara Saiva memiliki kecenderungan mistik yang lebih mendominir, karena situasi yang memungkinkan untuk menjelaskan sistem ini adalah mistik. Para bijak melakukan pertapaan untuk mendapatkan penerangan mistis, seperti anugerah yang diberikan oleh Saiva kepada mereka yang tampak secara mistis dan mereka mengajar bahwa realitas melampaui semua kategori; yaitu Sang Diri.

Nandikesvara menafsirkan tentang sutra pertama dari Mahesvara Sutra tentang realitas metafisika yang didefinisikan dengan huruf pertama “á A” sebagaimana Brahman yang bebas dari segala gusa yang ada pada segala sesuatu dan dalam semua wujud perkataan. Merupakan sumber dan asal mula dari semua huruf dan sal mula dari segenap alam semesta. Brahman menjadikan diriNya sendiri sebagai alam semesta melalui dayaNya yang disebut Citkala atau CitSakti, sehingga disebut Isvara. Huruf “í I dan ś U” dalam sutra tersebut maksudnya Daya (Citkala) dan Tuhan.
Citkala ditafsirkan sebagai Maya, sehingga menjadi jelas bahwa kata Maya dalam Nandikesvara Saiva berarti kehendak yang bebas (svantantrya), karena system ini mengakui bahwa alam terwujud atas kehendaknya. Maya adalah Manovati, yaitu kegiatan pikiran yang diwujudkan oleh Tuhan. Jadi Maya berbeda dengan Sakti, seperti dalam filsafat Saiva lainnya yang berarti ketidaktahuan, semua atau khayalan. Brahman sebagai perkasa berbeda dengan “Aku” sebagai “Citkala” dan tak dapat dipisahkan antara kedua.

Mengenai hubungan antara Brahman dan Sakti dapat ditemukan dalam penafsiran sutra kedua, yaitu Brahman adalah pikiran, dan Maya adalah kegiatan yang berwujud. Brahman sebagai keberadaan yang aktif, keberadaanNya tak dapat dipisahkan, seperti bulan dengan sinarnya, seperti kata dengan artinya.

Nandikesvara adalah filsafat monistik yang merupakan ciri dari filsafat tata bahasa. Ia mempergunakan Brahman atau huruf “á A” dengan Para, seperti yang dinyatakan oleh Nagesa di bawah pengaruh Saivagama. Ia membicarakan Para sebagai Jnapati murni atau jnaptimatra. Kata Jnapati adalah sebagai sinonim dari Citi, Patanjali seorang bijak Nandikesvara Saiva, dalam Yoga sutraNya dalam menyatukan sang diri mempergunakan kata “citi dan dasi” dalam menyatukan sifat yang utama.

Pandangan monistik yang ditunjukkan pada dasar sutra “R L K” berarti bahwa kaitan antara Brahman dan dayanya, sama denga kaitan antara s A dan i I demikian pula antara satu “a A” dengan yang lain. Nandikesvara Saiva merupakan suatu sistem monistik karena ia mengakui identitas dari pikiran dan potensialitasnya dan kegiatan dari Saiva dan sakti atau Brahman dan Citkala. Hubungan antara Brahman dengan alam semesta bukanlah hubungan antara si pencipta dengan ciptaanNya. Alam semesta keberadaannya tidak terpisah dengan Brahman, seperi kendi dengan si pengrajin gerabah (pembuat gerabah). Demikian juga realitas transcendental (nirgusa) dan immenent (sagusa) adalah identik, karena yang belakangan merupakan perwujudan dari yang pertama. Semua kategori merupakan manifestasi dari Brahman.

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoresi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…

Sumber:
Juru Sapuh

Comments