Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Dimensi Kejiwaan Manusia

Beberapa Dimensi Kejiwaan Manusia di Dunia Ini

Bumi kita ini dihuni oleh sekitar 7 milyar manusia, yang terdiri dari berbagai macam ras, bangsa, suku, agama , ideologi politik, negara, budaya, dsb. Disatu sisi kita melihat bahwa semua manusia itu sama sebagai mahluk yang memiliki akal budi dan segala perlengkapannya. Disisi lain, kita juga menganggapnya berbeda-beda dari penampilan fisiknya, warna kulit, karakter tubuh, dsb.
Tapi pernahkah kita melihat bahwa manusia pun hidup dalam alam kejiwaannya masing2? Apa yang saya jabarkan di bawah ini adalah sebuah pelajaran yg saya ambil dari Buddhism yang mengatakan bahwa alam-alam kehidupan itu tidak tunggal sebagai alam manusia belaka. Akan tetapi disini, saya tidak ingin membicarakan alam-alam tersebut dalam sebuah pemahaman setelah kematian. Apalagi membicarakan secara religius. Melainkan mencoba mengajak anda untuk melihat bahwa di dalam kehidupan kita dengan darah dan daging sebagai manusia di bumi ini pun membawa arketipe2 realisme yang lain. Jadi kita gunakan ini tidak lebih dari sebuah Piranti Psikologi untuk membantu melihat realita kejiwaan manusia. Hal ini perlu saya kemukakan sebagai awal dari seri Langlang Jagad ini, untuk fondasi guna nanti kita membicarakan situasi-situasi kejiwaan yang lebih kompleks, yaitu tentang Bardo.
Untuk itu, maka digolongkan menjadi 6 buah garis besar jenis realisme yang sebenarnya dapat dibagi lagi menjadi sub-kategori yang lebih rumit.  6 alam ini bukanlah alam permanen yang kekal, melainkan merupakan sebuah siklus lingkaran yang berputar dalam perubahan-perubahan yang terus menerus. Inilah yang disebut roda samsara (chakra manggilingan). Selama masih berputar-putar dalam 6 alam kehidupan itu, dapat dikatakan seseorang belum dapat lepas dari samsara. Belum tercerahkan. Belum mencapai moksa.

1. Alam Dewa

Inilah yg disebut surga dalam Buddhism. Penghuninya disebut Dewa atau Dewi. Alam ini penuh keindahan, kenikmatan. Penduduknya berumur panjang bahkan hingga berkalpa-kalpa. Disini mereka terhanyut dalam kenikmatan dan keindahan sehingga seringkali menjadi lupa untuk belajar Dharma untuk terlepas dari roda samsara. Karakter penghuninya dicirikan dengan sukacita dan kesombongan. Pada saat timbunan karma baiknya habis, ia mati dari alam surga ini dan terlahir kembali di salah satu alam-alam yang lebih rendah.
Terdapat beberapa kategori alam surga ini. Dari yang masih diwarnai dengan hawa nafsu (kama-loka : 6 tingkat), hingga taraf yang sudah tidak ada bentukan nafsu lagi tapi masih memiliki wujud (rupa-loka : 16 tingkat) bahkan tanpa wujud (arupa-loka : 4 tingkat).Oleh karena itu, seorang Buddhis yg sejati tidaklah mengejar kehidupan surga, karena surga ini tidak kekal, walaupun dapat dikatakan hampir abadi karena saking lamanya hingga penduduknya merasa 'abadi'.

2. Alam Asura (Titan)

Alam Asura ini dapat dikatakan sebagai alam Dewa Berperang. Dimana mereka mendapatkan tubuh kenikmatan dan keindahan yg sedikit dibawah alam surga, namun mereka memiliki ketidakpuasan dan kecemburuan yang besar terhadap kehidupan para Dewa. Oleh karena itulah mereka akan terus menerus berperang untuk mengalahkan para Dewa. Ketidakpuasan dan keinginan untuk menjadi terbaik dalam segala hal, merupakan arketipe mental dari kehidupan para Asura.

3. Alam Manusia


Alam manusia ini digambarkan sebagai memiliki kebahagiaan dan penderitaan yang seimbang. Disini diwarnai oleh nafsu dan cinta kasih, keserakahan dan kebajikan, kemarahan dan pengampunan yang berimbang. Ciri arketipe mental manusia ini adalah keinginan untuk menikmati segala sesuatu. Dan segala sesuatunya dibentuk dari hubungan-hubungan. Ciri alam manusia adalah pembentukan hubungan-hubungan satu dgn yg lain dalam kasih yg disebut Agape (persaudaraan), sampai hubungan itu bila salah memanajemeni tiba2 jatuh ke dalam situasi kejiwaan dari realisme yg lain -- ke atas, atau ke bawah. Karena seimbangnya antara kebahagiaan dan penderitaan, maka alam manusialah yang paling ideal untuk belajar Dharma. Karena dengan demikian, manusialah alam yang dapat merasakan apa makna sebuah penderitaan tanpa terlalu kewalahan dengan penderitaan yang terlalu besar.

4. Alam Binatang

Alam binatang ini disimbolkan dengan arketipe mental kebodohan. Kebodohan disini bukanlah semata kebodohan intelektual, tetapi lebih mengandung arti pada kebodohan eksistensial. Segala sesuatunya hanya digerakkan oleh insting-instingnya, tanpa mampu melakukan suatu pemikiran reflektif. Ada unsur efisiensi dan efektifitas disini, seperti kuda yg memakai penutup mata, pandangannya hanya lurus ke depan, tidak peduli situasi sekitar, langsung menerkam. Yang terpenting tujuannya secepatnya tercapai. Ia memanfaatkan drive dari nafsunya untuk mencapai segala sesuatu.

5. Alam Preta (Hantu Kelaparan / Ghost)

Alam ini diwarnai oleh penduduknya yang memiliki perut sangat besar tapi mulut yg sangat kecil sebesar jarum. Merupakan simbolisasi sesuatu kondisi yang sangat lapar --keinginan yang amat sangat--- tapi tidak ada sesuatu apa pun yang dapat memuaskan rasa laparnya. Seandainyapun ada makanan yg dipersembahkan kepada mereka, begitu setetes air berhasil masuk ke mulutnya, maka sesegera itu pulalah air itu berubah menjadi api yang membakar kerongkongannya. Ini semata hanyalah suatu simbolisme dari suatu arketipe mental manusia yang haus keinginan akan sesuatu sehingga menderita, tapi ia tidak memiliki cara untuk memenuhinya. Ataupun seandainya ia berhasil memenuhinya dengan sedikit, segera itu pulalah muncul masalah-masalah baru sehubungan dengan pemenuhannya tersebut.

6. Alam Neraka

Alam ini adalah suatu realisme yang digambarkan terbakar dengan api yang menyala-nyala. Api yang menyala-nyala ini adalah simbol dari sebuah kemarahan yang membara, atau sebuah kebencian yang menyala-nyala. Dendam. Sakit hati. Alam ini diwarnai dengan frustasi. Karena tidak ada jalan keluar untuk terbebas dari penderitaannya. Oleh karena itu, situasi terjebak ini memunculkan suatu kemarahan yang sangat besar bagi penghuninya. Ia ingin melakukan segala sesuatu --apa saja-- yang dapat digunakan untuk menyakiti orang lain. Karena dengan demikian, maka ia mengira bahwa ia akan sejenak dapat merasakan kepuasan. Tetapi alangkah salahnya, bahwa ternyata tindakan itu justru mengobarkan kemarahan yang semakin besar lagi. Ia terjebak dalam api kebencian yang meluap-luap untuk membakar orang lain, tapi dirinya sendirilah yang terlebih dahulu terbakar.

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoreksi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Suksma…

Sumber:
Juru Sapuh


Comments