Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Catur Guru

Pengertian Catur Guru dan Bagian-bagianya

Catur Guru terdiri dari dua kata yaitu: Catur artinya empat dan Guru artinya guru. Catur Guru adalah empat guru yang harus kita hormati sebagaimana dijelaskan dalam ajaran hindu, catur guru terdiri dari empat (4) guru yaitu :

1. Guru Swadhyaya | kita wajib selalu hormat dan bhakti kepada Sang Hyang Widhi

Guru Swadyaya disebut pula guru sejati. Dinamakan guru sejati karena Beliau adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Beliaulah yang telah menciptakan alam semesta dengan segenap isinya ini, kemudian memelihara dan melindunginya dan akhirnya juga melebur atau mengembalikan ke dalam bentuk asalnya.
Dinyatakan sebagai guru karena Tuhan adalah pembimbing utama bagi umat manusia yang tidak ada bandingannya. Beliau Mahatau, beliau juga Mahakuasa, dan Mahasakti. Karena itu sebagai manusia kita perlu mewujudkan rasa bhakti kita kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh dan tulus ihklas. Cara mewujudkan rasa bhakti kepada Guru Swadyaya itu antara lain dengan:

  1. Selalu ingat kepada-Nya,
  2. Ngayah di Pura,
  3. Melaksanakan tapa, brata, yoga, samadhi.
  4. Menjaga kesucian pura,
  5. Mempelajari kitab suci Weda,
  6. Medana punia dan lain-lain.
  7. Melakukan persembahyangan (Tri Sandhya)
  8. Berdoa sebelum melakukan kegiatan
  9. Meyakini kebesaran Tuhan
  10. Selalu bersyukur atas karunia-Nya
  11. Mempelajari ajaran ketuhanan,
  12. Melaksanakan upacara piodalan,

2. Guru Rupaka | orang tua seharusnya menjadi panutan bagi anak-anaknya.

Guru Rupaka atau Guru Reka adalah orang tua atau Ibu Bapak kita dirumah, sebagai orang pertama yang memberikan pendidikan kepada kita. Manusia tumbuh dan berkembang adalah berkat pendidikan dan asuhan orang tuanya.
Karena itu anak-anak harus menghargai orang tuanya. Rasa bhakti kepada Guru Rupaka dapat diwujudkan antara lain dengan:
  1. Menjunjung tinggi kehormatan keluarga,
  2. Membantu dan memperhatikan kesehatan orang tua jika sedang sakit,
  3. Melaksanakan upacara Pitra Yadya sebagaimana mestinya.
  4. Mengikuti dan melaksanakan nasehat orang tua,
  5. Membantu orang tua dalam melaksanakan tugas pekerjaannya,

3. Guru Pengajian | inilah suatu bangsa kedepan ditumpukan.

Guru pengajian atau Guru Waktra adalah guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada kita di sekolah. Guru di sekolah memberikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, sehingga murid menjadi pandai dan terhindar dari kebodohan berarti lenyaplah penderitaan.
Karena murid-murid harus menghargai dan menghormati gurunya. Murid-murid pun dapat mewujudkan rasa bhaktinya kepada Guru Pengajian antara lain dengan:
  1. Mentaati tata tertib sekolah,
  2. Rajin belajar,
  3. Selalu berbudi luhur.
  4. Tidak mencaci maki guru,
  5. Menjaga nama baik guru dan sekolah,
  6. Selalu mengingat guru, meskipun sudah tidak menjadi muridnya lagi,
  7. Tidak menantang guru,
  8. Menyapa dan memberi hormat kepada guru,
  9. Melaksanakan semua nasihat dan ajarannya,

4. Guru Wisesa | pemerintah seyogyanya dapat menjadi inspirator.

Guru wisesa adalah Pemerintah yang selalu berusaha mendidik dan mengayomi rakyatnya, selalu mensehjaterakan dan memberikan perlindungan. Karena itu pemerintah harus selalu dihormati dan dihargai. Kita perlu mewujudkan rasa bhakti kita kepada Pemerintah antara lain dengan cara:
  1. Menghargai dan menghormati para pahlawan bangsa,
  2. Memelihara dan menjaga harta benda milik pemerintah,
  3. Memelihara hasil-hasil pembangunan bangsa,
  4. Bangga menjadi bangsa indonesia. (K.M. sukardana, 2010 : 35-38)
  5. Rajin membayar pajak,
  6. Cinta tanah air negara dan bangsa,
  7. Mentaati semua ketentuan Pemerintah,
  8. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila,
  9. Selalu menghormati aparatur Pemerintah yang bersih dan jujur,
  10. Berpartisipasi dalam mengamankan negara,
  11. Berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan,
Catur guru sebagai pedoman dalam guru susrusa ini yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian batin berupa dharma dan moksa dengan mendengarkan atau menaruh perhatian terhadap ajaran-ajaran dan nasehat-nasehat guru khususnya pada catur guru yang sangat mulia, terhormat, tersayang, agung dan sangat kuasa.

Tri Guru

Tri sinanggah guru (tiga yang disebut sebagai guru). Demikianlah ucapan-ucapan sastra-sastra mengenai tiga guru. Adapun Tri Guru atau tiga guru itu ialah
  1. Guru Rupaka yang artinya orang tua kita,
  2. Guru Pangajian, guru yang member pendidikan rohani dan ilmu pengrtahuan suci untuk mendapat kesempurnaan dan
  3. Guru Wisesa yaitu pemerintah yang menjadi abdi bagi kesejahteraan rakyat, tempat rakyat bernaung diwaktu kesusahan.
Diatara ketiga Guru itu, Guru Pengajian mendapat penghormatan lebih daripada kedua Guru yang lain, karena Guru Pengajian adalah guru yang tidak hanya memberikan kesejahteraan atau kebahagiaan jasmani, tetapi terutama memberikan kesejahteraan atau kebahagiaan rohani yang dsebut dengan Dharma, yaitu pendidikan suci berupa kebajikan dan kesucian laksana membuka pintu untuk mendapat kebahagiaan akhirat (Swarga) dan penjelmaan yang baik kemudian terutama member jalan untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Paramartha) yang disebut Moksa (kebahagiaan yang langeng karena telah lepas dari ikatan duniawi dan bebas dari rantai Punarbhawa). Lahir dari perut ibu (Guru Rupaka) adalah kelahiran yang belum sempurna dan hanya merupakan kelahiran tubuh (physic) sedangkan yang kedua kalinya (Dwijati) dari pendidikan suci atas tuntutan Guru Pengajian atau Acarya adalah kelahiran sempurna yang memberikan kesucian rohani (Dharma), Swarga da Moksa. Oleh karena itu Guru Pengjian medapat penghormatan lebih dari Guru Rupaka.
Kamanmata pita caiman
yadutpadayato mithah,
Sambhutim tasya tam
widyadyonawabhijayate,
Acaryastwasya yam jatim
widhiwad weda paragah
utpadayati sawitrya
sa satya sa jara mara
Utpadakabrahmadatror
gariyan brahmadah pita
Brahmajanma hi wiprasya
pretya ceha ca saswatam
Atinya:
Ibu dan Bapa (Guru Rupaka) melahirkan dia karena nafsu, maka ia lahir dari perut. Ketahuilah ini adalah kelahiran jasmani. Namun kelahiran yang berdasarkan pentasbihan (Dwijati) dengan (mantra) Sawitri (suatu mantra yang didoakan oleh gurunya kepada muridnya pada waktu upacara pentasbihan (Upanayana)) dari Acarya. (Guru Pengajian) yang telah mahir dalam Weda, itulah kelahiran yang sebenarnya, yang utuh dan abadi. (ajaran amara)
Diantara yang melahirkan dan memberikan pengetahuan mengenai Brahma (Tuhan), yang member pengetahuan mengenai Brahma adalah bapak yang lebih utama, karena lahirnya Brahma pada seorang yang bijaksana (Wipra) sungguh abadi di akhirat maupun di sini (di dunia fana ini)

Gurubhakti

Didalam lontar Silakrama telah diuraikan tata tertib, sujud bakti dan sikap hormat para siswa kerohanian (sisya) terhadap Guru yang mendidik pribadi dan mencurahkan ilmu pengetahuan sucinya terhadap para siswa kerohanian (sisya), kalimat Jawa-Kuna yang saya kitip diatas menyatakan dengan jelas Gurubhakti atau sujud dan hormat yang harus dilakukan oleh para siswa kerohanian terhadap Gurunya yang biasa bergelar Acarya atau Upadhaya, dan di Bali dikenal dengan sebutan Nabe.
Selain daripada yang disebutkan dalam Jawa-Kuna diatas disebutkan juga bahwa seorang sisya tidak boleh duduk berhadap-hadapan dengan Guru, tidak diijinkan memutus-mutus pembicaraan Guru, harus menurut apa yang diucapkan Guru, bila Guru datang ia harus turun dari tempat duduknya, bila melihat Guru berjalan atau berdiri selalu mengikuti dari belakang. Bila berbicara terhadap Guru tidak boleh menoleh kesebelah dan kebelakang suapaya dapat menerima ucapan-ucapan Guru dan selalu meyahut dengan ucapan-ucapan yang menyenangkan hati (Manohara). Satu lagi kewajiban bagi seorang sisya, walaupun bagaimana marahnya bila Gurunya menasehati hendaklah dituruti. Demikianlah uraian-uraian mengenai tata tertib, sujud bakti dan sikap hormat siswa keohanian (sisya) terhadap Gurunya yang disebutkan didalam Silakrama.

Guru Susrusa

Guru Susrusa merupakan bagian dari Panca Niyamabrata, yaitu lima macam pengendalian diri untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian batin berupa Dharma dan Moksa. Arti dari Guru Susrusa adalah mendengarkan atau menaruh perhatian terhadap ajaran-ajaran dan nasehat-nasehat Guru. Guru Susrusa itu memiliki hubungan erat dengan Gurubhakti (sujud bakti terhadap Guru) dan Asewakaguru (mengabdi kepada Guru), dan semuanya termasuk kedalam masa menuntut ilmu atau yang lebih sering disebut dengan Brahmacari atau aguron-guron.
Didalam Bhagawata Purana terdapat istilah Guru Susrusa yang berarti mendengarkan atau memperhatikan ucapan-ucapan Guru, sebagai suatu bagian dari Dharma, himpunan dari semua kebajikan dan kewajiban suci sebagai sifat mengampuni (Ksama), jujur (Satya), kuat mengekang pikiran (Dama), murni lahir batin (Sausa), bersedekah (Dana), kuat mengendalikan Panca Indra (Indriya Samsaya), tidak menyakiti atau membunuh (Ahimsa), dan mendengar atau memperhatikan ucapan-ucapan Guru (Guru Susrusa), murah hati (Daya) dan lurus hati (Arjawa). Didalam penjelasan mengenai Guru Susrusa itu, Panca Siksa menyebutkan sebagai berikut:
Gurucucrusa, bhakti ting guru, guru
Ngaranya, wang awreddha, tapowreddha,
Jnanawreddha. Wang awreddha . ng. sang
matuha ring wayah, kadyanganing bapa, ibu,
pangjyan, nguniweh sang sumangaskara
rikita, tapowreddha .ng. sang matuha ring
brata. Jnanawreddha .ng. sang matuha ring aji.
Artinya :
Guru Susrusa berarti sujud bakti terhadap Guru. Guru namanya orang yang sudah Awerddha , Tapowreddha dan Jnanawreddha. Orang Awreddha namanya orang yang lanjut usinya sebagai Bapa, Ibu, orang yang mengajar (Pangjyan) terlebih orang yang mentasbihkan (Sumangas Kara) kamu. Tapowreddha sebutanya orang yang lanjut (tua dan matang) didalam brata. Jnanawreddha namanya orang yang lanjut (tua dan matang) didalam ilmu pengetahuan.
Demikianlah penjelasan Panca Siksa, yang menyebutkan bahwa Guru Susrusa itu sama maknanya dengan Gurubhakti. Adapun yang disebut Guru Susrusa didalam Silakrama yang merupakan bagian dari Niyamabrata, adalah selalu berada dekat Guru, karena keras keinginan atau kemauanya utuk mendapatkan pelajaran mengenai peraturan hidup seorang Wiku, hendaknya tidak tersandung rintangan, karena bila seorang Wiku kurang mendapat ajaran dan nasehat (Warawarah) dari Gurunya, tidak akan semua pengetahuan akan dilaksanakannya.
Terlebih didalam Panca Sila dan Dasa Dharma sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan (Abhyudaya) dan kebebasan hidup dari ikatan duniawi dan kebahagiaan yang langgeng (Nissreyasa).

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoreksi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Om, tat astu rahayu makesami...

Sumber:

Juru Sapuhjurusapuh.com/blog
More: www.jurusapuh.com
youtube: https://goo.gl/CyWczL

Comments