Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Inilah Makna Warna dan Jumlah

Inilah Makna dari Warna Dupa dan Jumlah Dupa Saat Sembahyang

Umat Hindu yang ada di Indonesia terutama yang ada di Bali sudah mengenal Dupa sejak dahulu
kala sebagai salah satu dari sarana untuk bersembahyang. Sampai saat ini juga segala kegiatan upacara agama Hindu tidak pernah lepas dari yang namanya dupa.
Dupa dipakai dalam upacara atau persembahyangan baik dalam bentuk upacara yang besar maupun yang kecil, intinya setiap bersembahyang umat Hindu selalu memakai sarana dupa (api) yang merupakan salah satu bagian yang wajib ada ketika umat Hindu sembahyang.
Secara sederhana umat Hindu dalam sembahyang setidaknya ada lima unsur yakni:

  1. Pattram = daun-daunan
  2. Puspam = bunga-bungaan
  3. Phalam = buah-buahan
  4. Toyam = air suci atau tirtha
  5. Dipa / dhÅ­pa = Api yang berwujud
biasnya kelima unsur itu terdapat dalam sebuah canang yang dipakai sembahyang sehari-hari.
Pada kesempatan kali ini kita akan lebih membahas pada sarana Dupa, saat ini kita sudah mengenal beberapa jenis dupa dan juga memiliki beberapa warna. Jika berkenan untuk menggunakan dupa secara lebih mendalam, sesungguhnya ada beberapa tata cara penggunaan dupa. Seperti yang saya kutip pada postingan FB  Rumah Dharma - Hindu Indonesia, terdapat simbol atau kode niskala di dalam pewarnaan dupa batang yang kita pakai, yaitu :
  • Dupa batang warna kuning [atau coklat muda alami] untuk sembahyang dan persembahan umum.
  • Dupa batang warna merah untuk sembahyang dan persembahan yang khusus memohon sesuatu.
  • Dupa batang warna hitam untuk menemani kita saat meditasi atau menjapakan mantra.
  • Dupa batang warna hijau untuk sembahyang dan persembahan [upacara] bagi orang meninggal.
Selain itu, terdapat simbol atau kode niskala berapa batang jumlah dupa yang kita haturkan dalam persembahan, yaitu :
  • 1 batang untuk persembahan umum di tempat suci atau palinggih di dalam lingkungan rumah, misalnya saat kita mebanten.
  • 3 batang untuk persembahan umum di tempat suci di luar lingkungan rumah.
  • 5 batang untuk persembahan di tempat usaha atau dagang.
  • 7 batang untuk persembahan yang kita khusus memohon sesuatu secara spesifik.
  • 9 batang untuk persembahan saat kita melakukan puja mantra kepada para Ista Dewata.
  • 11 batang untuk persembahan ke seluruh penjuru alam semesta, agar semua makluk di alam semesta mendapatkan kebahagiaan.
Selain itu ada juga beberapa hal yang harus diperhatikan saat sembahyang memakai dupa, yakni
  • Menghaturkan dupa batang usahakan berjajar seperti kipas.
  • Mantra saat meletakkan dupa batang "Ong Ang dupa dipa astra ya namah swaha"
  • Mantra saat ngayabang [menghaturkan] dupa batang "Om agnir agnir jyotir swaha, Om dupam samarpayami swaha".
  • Letakkan dan haturkan dupa batang dengan penuh rasa hormat.
Jadi dengan demikian kita bisa ketahui makna dari penggunaan dupa saat sembahyang adalah sebagai lambang penuntun umat, bagi yang melakukan sembahyang agar menghidupkan api dalam dirinya (bhuana alit) dan menggerakkannya menuju persatuan dengan Hyang Widhi. Seperti yang diibaratkan dengan Dupa yang asapnya menuju keatas dan menyatu dengan angkasa.
Dengan demikian Dupa merupakan lambang pertemuan Umat dengan Tuhannya yakni Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu kita sebut ketika kita bersembahyang.

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoreksi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Om, tat astu rahayu makesami...

Sumber:
Juru Sapuh

Comments