Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Murid Mencari Guru atau Guru Mencari Murid?

Murid Mencari Guru atau Guru Mencari Murid?

Dikisahkan Buddha Gautama datang ke sebuah kota. Seluruh penduduk kota siap mendengarkannya, akan tetapi Buddha terus menunggu sambil melihat ke belakang. Seorang gadis menjelang remaja, sekitar 13 tahun menghentikan Buddha di jalan, dan mengatakan, “Tunggu aku ya. Aku akan
memberikan makanan kepada ayah saya di kebun, tapi aku akan segera kembali. Tolong jangan lupa tunggu aku ya!”
Para sesepuh kota berkata kepada buddha, “Untuk siapakah Paduka menunggu? Semua orang penting hadir dan Paduka bisa memulai wacana Paduka.”
Buddha tersenyum, “Tetapi orang yang telah saya datangi sejauh ini belum hadir dan saya harus menunggu.”
Akhirnya, remaja wanita tersebut datang dan berkata, “Saya agak terlambat, tapi Paduka menepati janji. Saya tahu Paduka akan menepati janji. Paduka harus menepati janji, karena saya sudah menunggu sejak saya sadar……… mungkin saya berusia 4 tahun saat mendengar nama Paduka. Nama Paduka mulai membunyikan lonceng di hati saya. Sudah sejak sepuluh tahun saya sudah menunggu.”
Buddha berkata dengan tersenyum, “Kamu tidak menunggu dengan sia-sia. Kamu adalah orang yang telah menarik saya ke desa ini.”
Remaja tersebut berkata, “Saya sudah menunggumu cukup lama, dan saya ingin bersamamu.”
Buddha berkata, “Iya, kamu harus bersamaku, aku tidak bisa datang lagi ke sini, aku sudah tua.”
Malam hari setelah acara wacana di kota selesai, Murid Utama Buddha, Ananda bertanya, “Sebelum Paduka pergi tidur, saya ingin mengajukan satu pertanyaan: apakah Paduka merasakan dorongan tertentu terhadap wilayah tertentu, seperti tarikan magnet?
Buddha menjawab, “Kau benar. Begitulah cara saya memutuskan perjalanan saya. Ketika saya merasa ada orang yang haus – sangat haus bahwa tanpa saya, tidak ada jalan bagi orang tersebut – saya harus bergerak ke arah itu.”
Sang Guru bergerak menuju murid. Murid bergerak menuju Guru. Cepat atau lambat mereka akan bertemu. Pertemuan itu bukan dari tubuh, pertemuan itu bukan dari pikiran. Pertemuan itu adalah jiwa – seolah-olah tiba-tiba kita membawa dua lampu dekat satu sama lain; lampu tetap terpisah tapi nyala api mereka menjadi satu. Antara dua tubuh saat jiwa adalah satu, sangat sulit untuk dikatakan bahwa itu adalah sebuah hubungan. Bukan, tapi tidak ada kata lain. Ini adalah satu-satunya. Demikian kisah Osho

Awalnya Kita Tidak Pernah Ragu terhadap Murshid, Guru


Jalan spiritual, dan penunjuk jalan yang kita peroleh dalam hidup ini adalah “hasil” dari pencarian kita sendiri. Selama entah berapa abad, berapa lama, berapa masa kehidupan, jiwa mencari terus. Akhirnya ia memperoleh apa yang dicarinya. Dan, jiwa sadar sesadar-sadarnya bila apa yang diperolehnya itu adalah hasil pencariannya. Ketika kita berhadapan dengan seorang murshid kita tidak pernah ragu. Kita langsung “jatuh hati”. Keraguan muncul ketika ia mulai memandu. Karena panduannya tidak sejalan dgn pola pikir kita yang lama. Inilah yang dimaksud dalam ayat, “setelah datang seorang pemberi peringatan, mereka (malah) lari (menjauhi).”
Kesalahan seperti ini telah kita lakukan dari zaman ke zaman. Apakah kita tidak diberi tanda-tanda yang tegas tentang sang pemberi peringatan? Apakah kita tidak merasakan kehangatan persahabatan kita dengannya? Kita diberi tanda-tanda yang jelas, kita melihat, kita merasakan. Tapi, pikiran tidak menerima, “itu tanda-tanda yang salah, keliru. Itu bukanlah perasaanmu yang sebenarnya. Kejarlah perasaanmu yang sebenarnya.” Pikiran justru menciptakan “rasa palsu”, emosi buatannya sendiri, untuk menjauhkan kita dari rasa segala rasa. Kita lupa akan rasa itu, bhavana itu, dan terbawa oleh napsu, emosi rendahan untuk kembali mengejar bayang-bayang. Demikian salah satu wejangan Bapak Anand Krishna……

Karma Mempertemukan dengan Guru

Pertemuan dengan seorang Atisha, dengan seorang Dharmakirti, bukanlah suatu kebetulan. Anda tidak bisa menemui mereka secara kebetulan. Karma anda mempertemukan anda dengan mereka. Perbuatan dan tindakan anda selama sekian banyak masa kehidupan berbuah dan menghadirkan seorang Atisha, seorang Dharmakirti dalam hidup anda.
Lalu apa yang anda lakukan? Anda menyia-nyiakan kesémpatan itu. Anda tidak sungguh-sungguh menerimanya, mengundangnya untuk bermukim di dalam jiwa anda. Yang anda buka bukanlah pintu hati, tetapi hanya jendela pikiran. Sebagaimana telah anda sia-siakan sekian banyak masa kehidupan sebelum ini, masa kehidupan ini pun akan berlalu begitu saja, tanpa terjadinya peningkatan kesadaran sama sekali.
Karena itu, bangunlah sekarang. Bangkitlah, sadarlah! Sudah cukup lama anda tidur. Tinggalkan tempat-tidur anda, ranjang anda. Salamilah matahari pagi!
Menerima Dharmakirti, menerima Atisha, berarti menerima kririk dan ujian, hujatan, cacian dan makian. Kalau anda belum menerimanya, tunggu dulul Seorang Dharmakirti, seorang Atisha akan mengeruhkan suasana sedemikian rupa, sehingga anda akan rnenerima semua itu.
Kehadiran seorang Dharrnakirti, seorang Atisha, seorang Yesus, seorang Muhammad, seorang Siddhartha, seorang Krishna, seorang Zarathustra, seorang Bahaullah akan membuat sendi-sendi kehidupan anda gonjang-ganjing. Jika anda bertemu dengan seorang master, dan hidup anda tidak tergonjang-ganjing, ketahuilah hahwa yang anda temui itu bukanlah seorang Dharmakirti atau Atisha. Ia bukan seorang master.
Seorang master akan merombak total kehidupan anda. Kendati demikian, ia tidak akan memulai pekerjaannya, jika anda belum siap untuk itu. Ia akan menunggu dan ia bisa menunggu untuk waktu yang lama sekali. Begitu anda siap, ia pun akan memulai pekerjaannya. Seorang Dharmakirti, seorang Atisha, tidak puas melihat anda dalam keadaan “lumayan”. Ia menawarkan “kesempurnaan” dalam Kasunyatan. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2003). Atisha, Melampaui Meditasi untuk Hidup Meditatif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Alam akan Membimbing Seorang dengan Sifat Daivi

“JANGANLAH KHAWATIR, ARJUNA, KARENA KAU LAHIR DENGAN SIFAT BAWAAN DAIVI ATAU ILAHI!” lni adalah kata-kata yang membakar semangat Arjuna. Namun, Krsna tidak menggunakan kata-kata ini sekadar untuk menyenangkan Arjuna. Tidak. Krsna tahu persis seperti apakah Arjuna di dalam masa kehidupan sebelumnya. Lalu, kenapa Arjuna tidak mengingatnya?
Ada kalanya, seorang yang lahir dengan Sifat Bawaan Daivi atau Ilahi pun “lupa” akan sifat bawaannya. Ini bisa disebabkan oleh pendidikan, pengaruh lingkungan, atau berbagai faktor lain. Termasuk, pengalaman-pengalaman dahsyat dalam kehidupan ini, yang membuatnya lupa-ingatan sementara. Arjuna adalah korban lupa ingatan atau amnesia sementara. Pengalaman tinggal dalam pengasingan selama belasan tahun dan saat ini menghadapi perang dahsyat — semuanya membingungkan Arjuna, sehingga ia lupa, lupa akan hakikat jati dirinya. Namun, amnesia macam ini tidak pemah bertahan lama.
ALAM KEBENDAAN TIDAK MAMPU memperbudak seseorang yang lahir dengan Sifat Bawaan Daivi atau Ilahi. Seseorang yang lahir dengan Sifat Bawaan Daivi atau Ilahi, tidak selamanya menderita amnesia, atau lupa-ingatan tentang hakikat dirinya.
Sebab itu, pertemuan dengan seorang Krsna, seorang Sadguru atau Pemandu Rohani, adalah berkah Ilahi. Hujan berkah ini turun bagi mereka semua yang siap untuk menerimanya. Dan Jiwa terguyur oleh siraman rohani yang dapat membantunya bangkit dari tidur panjang. Apa yang sebelumnya terlupakan, teringat kembali. Apa yang sebelumnya tertutup, terbuka kembali. Apa yang sebelumnya gelap, menjadi terang-benderang. Penjelasan Bhagavad Gita 16:5 dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma) #SpiritualIndonesia lewat #BhagavadGitaIndonesia

Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Mohon dikoreksi bersama jika ada tulisan/makna yang kurang tepat. Om, tat astu rahayu makesami...

Sumber:
Juru Sapuh

Comments