Orang Bijaksana Dapat Menguasai Hawa Nafsu
Kalau dididik dan dilatih, justru nafsu itulah sebagai ujung tombak bagi manusia untuk berbuat baik dan menikmati kehidupan yang bahagia. Ibarat kuda yang terlatih mengendalikan kereta. Kuda yang terlatih dengan baik itulah yang akan membawa seseorang mencapai tujuan yang dicita-citakan. Kalau tidak dilatih dengan sebaik-baiknya, justru kuda itulah yang akan membawa seseorang terjerumus ke dalam jurang penderitaan.Taani sarvaani samyamya, Yakut asita matparah.
Vase hi yasye'mdriyani, Tasya prajna pratisthita
(Bhagawad Gita II. 61)Maksudnya : Dengan dapat menguasai semua hawa nafsunya, ia dapat tetap teguh memusatkan pikiran padaKu dalam yoga. Karena itu ia yang dapat menguasai hawa narsunya adalah orang yang bijaksana. Kebijaksanaan timbul dari penguasaan hawa nafsu.
Kalau diperhatikan kutipan Sloka Bhagawad Gita itu di awal tulisan ini, di situ dinyatakan "dapat menguasai semua (nafsunya)" (taani sarvaani samyamya). Dalam Sloka itu tidak disebutkan membunuh nafsu. Nafsu itu diberikan oleh Tuhan untuk makhluk hidup, termasuk manusia. Jadi, nafsu itu tentu ada gunanya bagi kehidupan manusia. Agar ia berguna dengan baik, latihlah hawa nafsu itu dengan menguatkan kecerdasan intelektual dan kesadaran budhi dengan sinar suci atman yang bersemayam dalam diri setiap orang. Setiap permintaan yang muncul dari nafsu hendaknya dianalisa dengan kecerdasan intelektual dan kesadaran budhi terlebih dahulu. Jangan setiap permintaan dari nafsu itu dipenuhi tanpa analisa.
Di sinilah pentingnya latihan tapa, brata, yoga dan samadhi. Melatih lidah tidak menikmati makanan seenaknya dan bicara seenaknya. Melatih telinga untuk tidak mendengar yang enak-enak saja. Demikian juga mata, hidung, dan lain-lainnya. Nafsu yang dipenuhi terus tanpa analisa, lama kelamaan akan menguasai dan mengatur hidup kita.
Nafsu itu adalah alat dari hidup kita, bagaikan kuda alat penarik kereta. Yang menentukan arah perjalanan kereta adalah kusir dan penumpang. Karena ia alat, janganlah sampai nafsu itu memperalat manusia dalam mengarungi kehidupan ini.
Kalau nafsu bergejolak untuk dipenuhi, tingkatkanlah kekuatan pikiran untuk mengendalikannya. Kalau permintaan nafsu itu tak sesuai dengan pertimbangan pikiran yang benar, maka relakanlah ia untuk tidak dipenuhi. Pertimbangkanlah akibat baik dan buruknya kalau nafsu itu dipenuhi. Kalau ternyata lebih banyak menimbulkan aikibat buruk, tekanlah gejolak nafsu itu dengan kekuatan tapa brata dan yoga semadhi.
Memang akan menimbulkan rasa tidak enak dalam diri kalau nafsu itu tidak dipenuhi. Tidak enak itu hanya sifatnya sementara. Misalnya ada orang menawarkan barangyang baik dan mewah menurut ukuran dewasa ini. Barang itu boleh dicicil. Siapasaja tentunya ingin punya barang yang membawa peningkatan gengsi pribadi atau keluarga. Namun hendaknya dipikirkan matang-matang, kemampuan untuk membayarnya meskipun boleh nyicil.
Kalau keinginan itu diloloskan, maka ia pun akan menimbulkan rasa gembira, Namun untuk seterusnya, ternyata cicilan barang itu menggeser kebutuhan lain yang jauh lebih penting. Di sinilah rnulai akan timbul penderitaan karena mengorbankan kebutuhan lainnya yang sangat vital. Terlebih pembayaran cicilan mulai kocar-kacir terus tidak bisa membayar sampai barang itu disita oleh penjualnya. Di sinilah kegembiraan yang telah didapatkan sebelumnya akan terkubur membawa rasa malu dan penderitaan yang dalam.
Dalam keadaan yang menderita itu mungkin sulit dilakukan hubungan dengan Tuhan secara baik. Janganlah tambatkan kegembiraan kita pada barang mewah itu. Merasa mewahlah dalam hidup ini kalau kita mampu memperkecil masalah. Tidak punya utang, tidak punya musuh. Tidak merasa disaingi oleh orang yang hidupnya lebih baik menurut ukuran materi yang dimiliki, tidak sakit-sakitan. Pun tidak merasa rendah diri meskipun tidak memiliki fasilitas hidup atau jabatan yang lebih baik dari orang lain.
Hidup yang kita jalani merupakan kenyataan yang mampu kita wujudkan menurut apa adanya. Hidup yang demikian itulah hendaknya dapat memberikan ketenangan jiwa. Dari hidup yang tenang itulah akan lahir pikiran-pikiran yang bijaksana untuk terus mengarahkan keinginan mencari karunia Tuhan. Keinginan yang terus-menerus mencari karunia Tuhan itu akan melahirkan gaya hidup yang hemat tapi bahagia. Hidup hemat itu bukanlah hidup yang bermalas-malas, tetapi hidup yang tetap bersemangat. Hidup yangpenuh semangat dan hemat dapat memberikan hasil yang maksimal.
Nafsu yang terkendali justru akan memberikan makna yang luas dalam hidup. Kalau nafsu benar-benar terkendali, maka penggunaan sumber daya alam pun akan lebih terkendali. Sumber daya alam tidak dieksploitasi untuk memenuhi gejolak hawa nafsu atau mendapatkan hidup yang bersenang-senang. Sumber daya alam akan digunakan secara hemat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, bukan untuk memenuhi keinginan tanpa analisa.
Pun jika hawa nafsu terkendali, manusia akan hidup dengan dinamika terukur seimbang, tidak mudah terjebak perangkap gejolak zaman. Pada zaman Kali ini situasi politik, ekonomi, sosial dan budaya bahkan kehidupan beragama kadang-kadang berdinamika dengan fluktuasi tinggi. Apalagi sampai menimbulkan gejolak sosial, amat dibutuhkan keadaan diri yang penuh kendali agar jangan sampai terpancing untuk berbuat dengan kendali nafsu.
Kalau nafsu sampai menguasai diri kita, maka gejolak kehidupan bersamapun dapat terjadi. Hal itu dapat membawa hidup bersama ini menjadi sumber derita. Kebijaksanaanpun akan semakin jauh.
Juru Sapuh
Comments
Post a Comment