Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Dewi Saraswati Dalam Kesusastraan Weda

Dewi Saraswati Dalam Kesusastraan Weda


Ambitaname naditame devitameSarasvati Avarasasta ivasmasiParasastim amba nas krdhi(Rg-Weda, 2.41.16)
[O Ibu terbaik, o sungai terbaik, o dewi terbaik,Saraswati,(kami merasakan) seolah-olah tidak diberikanPerhatian, mohon anugrahkan kami dengan kemasyuran, o ibu]
Saraswati dengan segala aspeknya senantiasa menarik untuk kita renungkan apalagi saat-saat kita mnyambut dan menyucikan hari suci Saraswati. Pendalaman, penghayatan makna dan signifikasi Saraswati terasa semakin penting di masa-masa umat manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan sebagai dampak kemajuan teknologi yang demikian pesat dan sekulerasasi nilai-nialai agama yang semakin menggenjala. Pemaknaan tersebut dapat memberikan dan memperkokoh pendakian rihani kita. Pemaknaan apapun yang kita lakukan semuanya mengacu kepada Weda dan kesusastraan Weda baik yang berbahasa Sansekerta maupun Jawa kuno sebagai sumber yang banyak menyebutkan keberadaan Saraswati. Acuan-acuan geografis seperti direkam oleh kitab-kitab Weda dan tradisi yang masih berkembang di masyarakat India juga merupakan bahan yang berharga di dalam memahami Saraswati sebagai salah satu dewi yang dipuja, diagungkan oleh pengikut-pengikut ajaran Weda.

Umat Hindu di India sejak zaman

Weda hingga sekarang memuja dan mengagungkan Dewi Saraswati. Mereka melaksanakan Saraswati Puja pada hari kelima setelah bulan Purnama (Panchanii Tithi) dan disebut Sukla Pancami pada bulan Magha (Januari-Februari). Hari ini juga disebut Vasanta-Panchami. Tetapi pada beberapa daerah di India Saraswati Puja dilaksanakan pada Sukla Paksa bulan Asvina (September-Oktober); biasanya dilaksanakan pada Austami Tithi dalam bulan tersebut. Sementara di Indonesia (baca : Bali) Saraswati Puja dilaksanakan pada hari wuku terakhir dalam sistem kalender wuku, yaitu Saniscara Watugunung. Tulisan ini mencoba membahas keberadaan Saraswati sebagai sebagai Ista Dewata di dalam kesusastraan weda, khususnya Rg-Weda,sebagai dokumen tertua bangsa Arya; melihat tranformasi Saraswati dari Dewi Sungai menjadi Dewi Ilmu Pengetahuan dan kebijaksanaan, seni dan budaya, beberapa aspek Saraswati serta hubungannya dengan dewa di dalam Rg-Weda. Pada bagian akhir diuraikan relevansi pemaknaan hari suci Saraswati di masa kini dimana ilmu pengetahuan telah melahirkan peradaban modern bahkan post modern yang mengedepankan rasionalitas dan plularisme sementara ia sangat sedikit mengembangkan spiritualisme. Fenomena ini sesunggahnya ancaman besar bagi kehidupan beragama.

Sapta Sindhu Sapta Saraswati: Pusat Peradaban Weda

Di dalam kitab suci Weda disebutkan Sapta-Sindhya yang berarti 'tujuh sungai'. Secara tradisi India disebut Sapta Sindu, yaitu sungai Gangga, Yamuna, Godavari, Saraswati, Narmada, Sindu, dan Kaveri. Ketujuh sungai ini dianggap suci oleh pemeluk Agama Hindu. Rg-Veda menyebutkan :
Uta nah priya priyasu sapta sivasa Sujata/ Sarasvati stomya bhutah/ (6.61.10).
[Dan ketujuh saudara perempuan di dalam bentuk sungai adalah yang paling cantik di antara yang cantik. Mereka patut dilayani dan mereka sangat mengagumkan].
Mandi di sungai-sungai tersebut pada hari-hari tertentu sangat dipercaya oleh umat Hindu mempunyai kekuatan penyucian lahir batin. Mereka mengucapkan doa : Gangge ca Yamune caiva Godavari Sarasvati/ Narmade Sindhu Kaveri jalesmin sanindhim kuru//. [Oh Gangga dan Yamuna, Godavari dan Sarasvati, oh Narmada, Sindhu dan Kaveri, bersemayam di dalam air ini (dengan mana aku mandi) ]. Di sepanjang sungai-sungai tersebut banyak ada titik-titik penting untuk melaksanakan tirhta yatra. Nitwa Dadhe vara a prihivya ilayasapade sudinatve ahnam/ Drsad vatyam manusa apayam Saraswatyam devadagne didihi// (Rg-Veda,3.234). [O Api kurban suci! Kami (pelaku kurban suci) menempatkan didalam sebuah hari yang suci ini atas tanah bajakan di Manusa Tirtha di sisi sungai Drsadvati, Apaya dan Sarasvati. Kami memuja engkau untuk menyinari seluruh atosfir Di antara ketujuh sungai tersebut, Saraswati dianggap yang paling suci dan paling banyak disebut-sebut di dalam kitab suci Weda. Dewi Saraswati di dalam kesusastraan Veda disebut juga Vagisivari, Satarupa, Savitri, Vak Gayatri, Brahrni, Bharati, dan Putkari. Satu hal kiranya perlu dicatat bahwa jumlah sungai-sungai suci dipatok berjumlah tujuh walaupun nama-nama sungai banyak. Di India orang-orang Arya secara perlahan-lahan menyebar ke seluruh daerah lima sungai (juga disebut Pan-chanand Pradesh) hingga ke pinggir-pinggir sungai Saraswati. Kemudian dibawah kepemimpinan Vidhigha dan pendetanya Gautama bangsa Arya mulai bergerak ke arah Sadanira (Karotoyo) dan sebuah sebuah kebudayaan baru dibangun di sana, Pada sisi lainnya bangsa Arya yang hidup di pinggir-pinggir sungai Saraswati mulai membangun kebuayaan Arya hingga ke madya Bharata (India Tengah). Pada tahapan ini barangkali keinginan muncul di kalangan orang-orang Arya itu sendiri untuk memberi nama-nama baru "Sapta Sindhu". Mereka juga menemukan tujuh sungai, yaitu Sura di Haridwar, Supraba di Puskar, Vimaloda di Himalaya, Aghawati di Kuruksetra, Kanchamakshmi di Naimisarya, Manoroma di Kosola dan Visala di Gaya, Sungai-sungai ini dikenal dengan nama Sapta Saraswati, sebuah nama yang diberikan oleh orang-orang Arya. Sapta Sindhu ternyata tempat dimana peradaban Weda bermula. Airnya mumi, suci dan menyuburkan. Wilayah-wilayah yang dilalui oleh sungai-sungai ini umumnya subur ;;ga orang -orang cendrung bermukim di sepanjang daerah aliran gai. Lembah sungai Sindhu juga telah lebih dulu maju di bidang kebudayaan sebelum datangnya bangsa Arya kira-kira 1500 tahun Sebelum Masehi. Kerajaan-kerajaan besar atau pusat-pusat kekuasaan yang biasanya menjadi pusat kebudayaan lahir di sepanjang sungai-sungai tersebut, misalnya Mohenjodaro dan Harappa di tepi sungai Sindhu, Delhi di tepi sungai Yamuna, Allahabad (Prayaga) di Gangga, Yamuna dan Saraswati, Varansi (Benares) di tepi sungai Gangga Agra3 di tepi sungai Yamuna, dll. Kesusastraan Weda diperkirakan lahir dan berkembang di sekitar tempat-tempat itu. Setelah itu barulah menyebar ke arah Tknur dan Selatan Hingga sluruh India (Bharata) bahkan ke luar india.

Saraswati: Sebuah Misteri

Di antara ketujuh sungai tersebut, Saraswati merupakan sungai yang paling banyak diacu di dalam kitab-kitab suci Weda, diteliti dan pendapat yang beragam dan bahkan bertentangan pun muncul di antara para sarjana mengenai jala, arah aliran airnya dan tempat perjumpaan dengan sungai-sungai lainnya atau muaranya di laut lepas. Misteri ini semakin sulit dipecahkan apabila didekati secara mistik. Kondisi ini menambah daya tarik para peneliti untuk mengungkap misteri di balik sungai ini yang banyak disebut di dalam kitab-kitab Catur Weda Samhita, Ramayana, Tantra dan sejumlah Weda yang tergolong lebih muda usianya. Di samping itu di dalam tradisi non Weda pun, Saraswati juga disebut-sebut, seperti misalnya di dalam Buddhisme, Jaina dan lain-lain. Pemujaan terhadap Saraswati tidak hanya di India tetapi juga di luar India, seperti Tibet, Cina, Jepang dan Indonesia dengan sebutan yang mungkin berbeda. Beberapa sarjana di antaranya mengatakan bahwa sungai ini mengalir ke arah Barat dari asalnya di bukit-bukit Shivalik di bagian Selatan daerah Punjab dan mengalir ke arah Selatan melalui Rajasthan dan akhirnya bermuara di Laut Arabia (Rajaputana) setelah melalui daerah-daerah ketinggian Gujarat. Beberapa sarjana modern yang mendukung konsep Triveni di Allahabad mengklim bahwa sungai suci Saraswati benar-benar mengalir dari sumbernya dari wilayah Punjab hingga mencapai Allahabad (Uttar Pradesh) di dalam aliran bawah tanahnya. Teori kedua nampaknya mendukung mitos yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa Triveni merupakan pertemuan (campuhan) tiga sungai suci yaitu Gangga, Yamuna dan Saraswati. Sekarang secara fisik tidak ada lagi sungai Saraswati di sana. Namun tradisimasih mempercayai bahwa secara mistik bahwa sungai tersebut bertemu di sana; dan pertemuan (sangam) ini dipandang sebagai tempat suci untuk melakukan penyucian diri lahir-bathin (tirtha yatra). Sungai Saraswati ini dipercaya secara meluas mengalami kekeringan selama masa Mahabharata. Terdapat refrensi di dalam epos besar Mahabrata bahwa Rsi Uthtya, adik guru Vrihasvati telah mengutuk sungai ini agar kering walaupun belum dijumpai bukti-bukti yang cukup untuk mendukung pendapat ini. Dengan mengamati
Ekacetat Sarasvati nadinam suciryati giribhya a samudrat (Rg-Weda7.95.2) [Sarasvati saja yang memiliki vitalitas di antara sungai-sungai dan ia yang pal¬ing suci mengalir dari gunung-gunung menuju laut]. Imam me gange yamune sarasvati Satudri stomam Sacata parushnya Asikanya marudvrdhe citastayarjikkiye Srnutdya Sushomaya (Rg-Weda 10.75.5) [Oh Gangga, Yamuna,Sarasvati, Satudri dengan parshi, Marud vidha dengan Asikini; Arjikiya dengan Visita da Sushnoma mendengar doa ini]. Ayat sakam yasaso vavansah sudharasarasvati saptathi sindhumataYah sushvayanta sudughah sudharaabhisvena payasa pipyanah (Rg-Weda 7.36.6) [Mudah-mudahan (sungai) ketujuh, Sarasvati, ibu sungai Sindhu dan sungai-sungai yang mengalir deras dan menyuburkan memberikan makanan berlimpah, dan memberikan makanan (kepada orang-orang) dengan air mereka, datang pada suatu saat bersama-sama].

Saraswati sebagai Sungai

Dalam tradisi Hindu di India Saraswati utamanya dipandang pertama sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan dan kedua sebagai sungai suci. Yaska dan karyanya, Nirukta mengatakan bahwa terdapat dua makna kata 'Saraswati', yaitu sebagai sebuah 'sungai' dan seorang 'dewi' "Saraswati iti etasya nadi had dewatabchha nigama bhavanti". Di dalam sumber lain, Rigbhasya oleh Sayana dinyatakan bahwa "Dvididha hi Sarasvati vigrahvat devatu nadirupa cha" 'Saraswati' bermakna 'danau yang berlimpah' (saras). Di dalam kitab suci Rg-Weda juga ditemukan makna yang sama. Dua makna inilah yang hingga saat ini dipegang oleh baik oleh sarjana maupun tradisi di India. Namun demikian secara lebih cermat Saraswati dalam arus perkembangan intelektual para rsi zaman silam. Airi dengan mengutip beberapa sukta di dalam Rg-Weda menguraikan bahwa di dalam doa-doa pujian para rsi penyair mengagumkan Saraswati, dewi sungai sebagai 'dibuat dari kemahaluasan oleh (dewa) Vibhvan' 'mempunyai samudra surgawi sebagai ibunya', 'turun ke dunia (di bumi) dari surga', 'meresapi ketiga dunia' 'hadir di surga dan dunia', 'mempunyai tatanan kedewataan yang lebih tinggi di antara dewi-dewi sungai lainnya' dan 'kepada siapa Vesistha membuka kunci kedua pintu rta'. Mengamati pengungkapan di atas Saraswati lebih cendrung dipandang memiliki karakter surgawi dan pada duniawi. Atau dengan kata lain, Saraswati merupakan air surgawi bukan sungai di bumi. Pendapat ini sejalan denga pandangan umum bahwa Saraswati merupakan sebuah mitos yang hanya ada di dalam khayalan. Walaupun Saraswati dipandang sebagai sungai surgawi bagi rsi-rsi yang lebih tua, namun refleksinya aapat dilihat di dalam Saraswati di dalam pandangan rsi-rsi yang lebih muda. Ia dipikirkan sebagai refleksi dari dalam bayangan pemujannya. Ia dibayangkan eksis di swatu tempat yang indah dan membahagiakan. Pandangan seperti ini memberikan inspirasi dan dorongan kepada para rsi yang lebih muda sehingga mereka merasa bergantung dengan dia. Kemudian Saraswati diberikan sifat-sifat kedewataan sehingga pemaknaan Saraswati sebagai sungai mendapat perluasn menjadi kekuatan kedewataan, Dewi Saraswati. Walaupun mempunyai pengaruh kepada kehidupan di bumi sebagai sungai di bumi, karakter kede-wataannya sebagai sungai surgawi masih tetap ada. Adalah alamiah dew a yang bwrada di surga karena di agungkan dan dipuja oleh pemujanya di bumi dipandang meresapi ketiga dunia dan mempunyai hubungan dengan surga. B.R. Sharma dalam Airi lebih lanjut menambahkan bahwa ungkapan 'panca-jata vardhayanti" berkaitan dengan Saraswati tidak berarti membuktikan karakter duniawi. Dengan memegang bahwa panca-jatah atau panca-jana sebagai makhluk-makhluk surgawi kita bisa menambahkan bahwa penggambaran seperti itu juga sangat sesuai di dalam kontek pengagungan Saraswati. Pemuja memahami dewi sungai adalah dewata yang memberikan pengaruh tidak hanya bagi orang-orang di bumi tetapi juga orang-orang di surga. Di dalam Rg-Weda air surgawi dan duniawi sesungguhnya tidak dipisahkan secara tegas masing-masing salinr berhubungan. Air surgawi turun kebumi dalam bentuk hujan dan mengalir disungai menuju ke laut semenara air dibumi berasal dari air surga. Jadi, jika Saraswati mempunyai kaitan dengan air surgawi atau makhluk surga lainnya, ini tidak berarti bahwa ia kehilangan karakter surgawinya.

Saraswati sebagai Dewi

Pandangan sarjana selama ini adalah orang-orang di zaman Weda bukan memuja sungai tetapi dewata yang berkuasa atas sungai tersebut pendapat ini berdasarkan asumsi bahwa orang-orang Weda tidak memuja objek fenomenal tetapi transfenomenal yaitu memuja kekuatan yang ada di balik fenomena alam. Mereka menganggap kehadiran kekuatan kedewataan (adhisthatr dewata) di dalam objek-objek atau benda-benda mati seperti batu, tumbuhan dan lain-lain di dalam rangka memberikan penampilan yang lebih manusiawi bagi agama Weda. Fenomena-fenomena alam seperti matahari, sungai, hutan, badai, hujan, guntur, musim, semi, laut dan sebagainya diperlakukan sebagai objek pemujaan di atas mana ada kekuatan supernatural yang tidak bisa dilihat oleh mata, namun mereka yakini sehingga ada sikap dan perilaku untuk menghormati dan mengagungkan kekuatan-kekuatan itu. Adalah lebih alamiah dan lebih meyakinkan ketika kita memandang pemuja-pemuja di zaman Weda memuja dan mengagungkan objek-objek seperti itu di dalam hubungan dengan ritual. Agama Weda, terutama pada zaman Mantra dan Brahmana merupakan praktek religi yang bekiblat ke luar, ke alam semesta. Para rsi merupakan orang suci sekaligus penyair yang melupakan perasaanya yang begitu emosional melalui mantra atau lagu-lagu pujian untuk menyenangkan dewa-dewa yang diyakini dapat mengabulkan permohonannya. Praktek ini masih berlangsung hingga sekarang. Pada saat praktek pemujaan sepeti ini terjadi, maka sifat-sifat yang super natural, kedewataan, kemuliaan, kesucian diberikan kepada objek-objek tersebut. Dengan demikian penyembah menerapkan objek-objek seperti mempunyai nilai yang super sebagai tempat memohon perlindungan dan anugrah. Jadi, Saraswati dipahami sebagai Dewi Saraswati. Dewi Saraswati diyakini mempunyai sifat-sifat kedewataan.

Air Sungai Saraswati

Gelombang arus aliran sungai Saraswati telah disebutkan berulang kali di dalam Rg-Weda (1.6.61.2). Di sini kita bisa melihat kedaan sungai ini pada tahapan pertamanya dicatat dengan tepat karena fenomena menggali dan mendalamnya aliran sungai diacu di sini. Lebih lanjut, uraian arusnya yang bergerak cepat, kencang pada alur-alur perbukitan. Arusnya tak terbatas (ananta), tak terpecah (ahruta), bergerak kencang (tvesa), mampu bergerak cepat secara mudah (carisnu), besar dan mengalir dengan suara yang meraung. Banjir sungai ini kadang-kadang juga bisa menyebabkan kepanikan. Hal ini tercermin dari pemujaan -" Dengan airmu bawalah kemakmuran kepada kami, jangan membuat kami menderita, dengan airmu (yaitu banjir) jangan sakiti kami. (Dihempas oleh banjirmu) anugrahilah kami, agar kami tidak pergi jauh dari bumi ini yang akan gersang tanpa kehadiran dirimu). Air Saraswati adalah air kehidupan, bukan hanya karena ia menghancurkan musuh-musuh tetapi juga airnya menyuburkan. Oleh karena itu tidaklah sebuah hiperbola ketika dikatakan bahwa semua makanan berada di dalam Saraswati, artinya makanan sangat bergantung dari Saraswati (2.41.17). Saraswati adalah salah satu sungai yang kaya dalam makanan (Yasasah) dan yang memiliki banyak susu (su-dughah, yaitu air yang menyuburkan dan memberikan kehidupan) (7.36.6). Ungkapan di dalam Weda : vajinivati (2.41.18.). dan vajebhir vajinivati (1.3.10) berbicara tentang kekayaan makanan yang memberikan kekuatan dalam bentuk flora dan fauna di pingir-pinggirnya dan hasil panen sangat bergantung dari airnya. Daerah-daerah yang dilalui oleh aliran sungai ini senantiasa subur sehingga pemukiman cenderung berada di sepanjang sungai ini. Dengan demikian Saraswati menjadi lambang kesuburan, kemakmuran dan kehidupan. Betapa penting peranan air di dalam kehidupan.

Saraswati: Dewi Wilayah Angkasa

Kitab Nighantu (2.5) menyebutkan Saraswati sebagai salah satu dewi angkasa (aerial). Belakangan kitab Nirukta menyebutkan sebagai Madhyamika Vak. Namun sarjana belakangan dari itu menginterpretsikan sema rc dari Dewi Saraswati di dalam dua cara : (1) sebagai sebuah sungai dan (2) sebagai seorang dewi wilayah angkasa. Para sarjana belakangan itu nampaknya salah memahami pernyataan Yaksa 'nadviad dewatavac ca nigma, bhavanti' dan oleh karena itu secara salah dijelaskan bahkan rc yang paling sederhana yang berarti dewi sungai dinamakan sebagai dewi angkasa. Di dalam upaya-upayanya yang begitu antusias untuk menjelaskan Saraswati baik sagai dewi angkasa di dalam semua rc (enam atau tujuh) atau sebagai semata-mata sungai, kita akan menemukan beberapa kesalahan yang mencolok dibuat oleh mereka, Contoh: rc yang berbunyi 'iyam susmebhir bisakha...' (6.61.2). Ini diinterpretasikan oleh sarjana dengan mengikuti Yaksa sebagai sumber rc yang berarti sungai Saraswati. Tetapi dengan mengamati "seluruh rc ini, Khususnya bagian awal, nampaknya menjadi jelas bahwa Saraswati di sini diperlukan sebagai seorang dewi sungai bukan sebagai sungai. Para sarjana dengan mengikuti pendapat Nighantu (dan juga Nirukta) akan selalu menginterpretasikan Dewi Saraswati sebagai seorang dewi wilayah angkasa, jika Saraswati di sini diterima sebagai seorang dewi, walaupun kata-kata: 'tavisebhir urmibhih paravataghinim' secara pasti mengacu kepada karakter dewi tersebut. Ungkapan lain: 'ambitame naditame, dewitame' dan amba memastikan bahwa rc tersebut ditunjukan kepada Dewi Saraswati. Kadang-kadang para sarjana keliru menafsirkan dan tidak bisa menentukan apakah sebuah rc berarti sungai atau dewi. Hal ini disebabkan oleh salah satu diantaranya kesulitan memahami mantra-mantra Weda yang mengadung makna yang sangat halus yang sulit ditangkap oleh kemampuan intelektul saja. Saunaka misalnya memahami rc 2.41.16 sebagai rc yang mengacu kepada sungai Saraswati pada suatu bagian, tetapi pada bagian lainnya ia memahami satu di antara tiga rc (Rg-Weda., 2.41.16; 17;18) mengacu kepada Saraswati, prauga dewata. Sayana mengatakan bahwa dua pada pertama sebuah Gayatri (yaitu 1.3.12) mengacu kepada Saraswati sang sungai dan yang ketiga mengacu kepada Saraswati, sang dewi. Dengan demikian adalah keliru memahami Saraswati sebagai sungai semata kepada mana doa-doa puja dialamatkan. Jika mengkaji mantra-mantra Weda kita akan menemukan bahwa rc merupakan ungkapan pemujaan dan pengagungan kepada apakah objek berjiwa atau mati. rc tersebut harus diperlakukan sebagai sebuah ungkapan yang mengacu atau ditujunkan kepada seorang dewata karena pujan-pujan tersebut memberlakukan obje-objek tersebut sebagai seorang dewa. Atribut-atribut kedewataan secara khusus diberikan kepada objek tersebut dan diperlakukan sebagai kekuatan super natural. Walaupun Yaska sendiri menoalak pemujaan yang berkarakter naturalisme didalam Nirukta : 1.15 namun kata-katanya: 'yatkama rsi yasyam dewatayam athapatyam icchastutim prayunkte tad-daivatah sa mantrp bhavati', (sebuah stanza khusus dikatakan termasuk kedalam seorang dewa, kepada siapa seorang rsi menghaturkan pemujaan dengan keinginan tertentu atau kepada siapa ia menginginkan untuk meraih tujuannya), ini berisi bahwa pemujaan atau doa-doanya dialamtkan kepda seorang dewa yang pada gilirannya menentukan kedewataan kepada siapa doa diperuntukkan, emujaan dan doa dialamatkan kepada seorang dewata dan bukan kepada suatu objek atau benda juga diperlihatkan didalam kata-kata Katyayana: 'ya tenocyate sa dewata', (apapun yang dijelaskan atau dipuja didalam suatu mantra disebut dewata). Menurut Skandasvamin (dalam Airi, 1987) menyatakan bahwa Saraswati sering dikaitkan dua karakteristik. Ia mengatakan 'pavaka' berarti ia yang menyebabkan hujan turun; 'codayitr sunrtanam' berarti ia yang mnyebabkan ujaran angkasa, 'apaprusi' berarti ia yang penuh dengan hujannya atau suara guntur, 'hiranyavartini' berarti ia yang mempunyai halilintar sebagai jalannya, 'apasam apastama' berararti ia yang aktif diantara yang aktif karena dari aktifitas hujan dan yang lainnya, dan 'ma paspharih payasa mana a dhak' berarti hujan dia atas kemakmuran kita bukan kehancuran. Uraian mengenai fungsi-fungsi dan atibut di atas dilakuan untuk menafsirkan Saraswati sebagai seorang dewi angkasa. Fungsi-fungsi dan atribut ini cocok sebagai alamiah dan tak terpengaruhi di dalan konteks dewi sungai Saraswati daripada dalam konteks Madhyamasthana; pavaka berarti menyucikan, sunrta berarti ujaran dipahami dalam kontras dengan anrta (kesalahan), yaitu ujaran yang benar'. Apaprusi berarti 'ia yang meresapi', didalam konteks ini ia yang meresapi wilayah-wilayah atmospir dan bumi. 'Hiranyavartini' berarti ia yang menapaki jalan emas. ia mengisyaratkan bahwa kata ini bukan untuk dihubungkan dengan partikel-partikel emas dari pegunungan menuju lembah; Saraswati dipercaya bahkan hingga sekarang pasirnya membawa emas. Oleh karena itu, Saraswati dikatakan sebagai Hiranyavartini. 'apasam apastama' (yang paling aktif di antara yang aktif) lebih berkarakteristik kepada seorang dewi sungai dari pada seorang dewi angkasa, mapasvarih payasa ma na a dhak -merupakan sebuah permintaan kepada dewi sungai bukan membanjiri pingir-pingir sungainya yang mengairi lahan penyembahnya, memnyebabkan pertanian subur dan panen berhasil.

Saraswati Dan Dewa-dewa Lain

Dewa-dewa Rg-Weda mempunyai karakter tersendiri jika dibandingkan dengan dewa-dewa disebutkan dalam kitab-kitab Purana. Banyak dewa disebutkan, dipuja, dipanggil melalui persembahan yajna agar memenuhi keinginan-keinginan penyembahnya. Para rsi adalah penyair-penyair yang hanyut di dalam pemujaan kepada kekuatan-kekuatan super natural yang tidak nampak oleh mata tetapi diyakini ada. Walaupun banyak dilakukan pemujaan pada dewa-dewa yang bersifat individu, tetapi tidak ada satu dewapun yang menempati tempat tertinggi atau teragung di antara begitu banyak dewa. Kebanyakan pemujaan kepada suatu dewa dilakukan dalam asosiasinya dengan dewa lainnya, sehingga tidak ada yang benar-benar berdiri sendiri. Asosiasi seperti itu sering dan berpariasi di dalam kasus Dewi Saraswati. Hubungannya dengan dewa lain menyenangkan, bersahabat dan membantu karena kita belum menemukan suatu bukti ia melakukan hubungan yang tidak baik dengan dewa-dewa lainnya. Referensi mengenai hubungannya dengan dewa-dewa lain cukup banyak. Dewa-dewa dengan siapa Saraswati diasosiasikan sangat banyak, di dalam Sukta yang ditunjukkan kepada Visvedwa, nama Saraswati beberapa kali disebutkan bersama-sama dengan Indra, Marut, Agni, Pusan, Dhi, Kuramdhi, Aja ekapad, Sindhu, Aditya, Soma, Asvin, Bhaga, Pitr, Sarasvat, Parjanya, Varuna, Mitra, Aditi, Visvedewah, Dewah, Maruta, Genah, Rudra, Brhaddiva, Raka, Indrani, Vaunani, Gungu, Sinivaah, Vayu, Vata Vidhatr, Damunasah Prthivi, Parvatah, Vafiaspati, Saptasindhavah, Brhaspati, Tvastr, Savitr, Brahma-naspati,Aryaman dan visnu. Dengan melihat hubungannya dengan dewa-dewa tersebut kita akan semakin mengenal karakter Saraswati seperti disebutkan di dalam Rg-Weda. Ia disebutkan atau dipuja untuk memenuhi keinginan penyembahnya seperti anugrah, kebahagiaan, makanan, prtoteksi, mendengar suara hatinya atau mendatangi dan menyaksikan persembahan yajna yang ia bangun.

Atribut

Atribut banyak membantu memahami karakter sorang dewa. Cukup banyak ada ungkapan di dalam Rg-Weda yang menggambarkan atribut-atribut Saraswati yang bisa dijadikan landasan untuk menentukan konsep Weda tentang seorang dewi. Berikut ini dibahas beberapa atribut atau sifat-sifat Saraswati dalam urutan Mandala, Sukata dan Mantra
  1. Pavaka: ia yang mennyucikan (1.3.10).
  2. Vejebhir vajinivati dan ajesu Vvajin: mempunyai kekuatan atas makanan, kaya dalam makananatau banyak kuda dan mempunyai kekuatan atau tentara di dalam pertempuran (1.3.10; 2,.41,18;6.61.3;4;7.96.3;6.61.6).
  3. Dhiyavasu : kaya dalam pemujaan (1.3.10).
  4. Codayitri-sunrtanam: penggerak ajaran yang benar (1.3.11).
  5. Cetanti Sumatinam :yang memberikan inspirasi pikiran agung (1.3.11).
  6. Subhaga : cantik, beruntung (1.89.3).
  7. Sadhayanti dhiyam nah: menyem-purnakan dhi, stutikarma atau yajna-karma kita (2.3.8).
  8. Marudvati ; kepemilkan marut, teman marut (2.30.8).
  9. Dhrsati: berani, tahan sakit (2.30.8).
  10. Ambitama : yang terbaik dari ibu (2.41.16).
  11. Naditama : sungai terbaik (2.41.16).
  12. Rtavari : memiliki air, pengamat hukum Tuhan (2.41.18;6.61.90.
  13. Yajata: penting bagi korban suci atau pemujaan, penuh pemujaan.
  14. Havamjujusana: mendengar doa-doa kita (5.43.11= 7.24.3).
  15. Ghrtaci : air berlimpah, bersinar dengan susu kental, percikan susu kental atau air ( 5.43.11 =7.24.3).
Mengamati lebih jauh Sukta-sukta di dalam Rg-Weda maka dapat digambarkan beberapa aspek saraswati. Hal ini penting di dalam memahami pungsinya dihadapan para penyembahannya.

Saraswati sebagai dewi kebijaksanaan dan Pengetahuan

Dewi Saraswati hingga saat ini lebih dikenal dengan dewi kebijaksanaan dan pengetahuan sehingga sangat dekatd engan para pelajar, guru, perguruan sekolah, walaupun di dalam zaman weda ia lebih dikenal dengan dewi sungai. Namun kita temukan beberapa Sukta yang mengisyaratkan dia sebagai dewi kebijaksanaan dan pengetahuan, didalam salah satu Sukta Rg-Weda kita temukan: "Codayitri sunrtanam cetaniti sumatinam yajnam dadhe saraswati". Di dalam Asvalayana Grhyasutra Saraswati dipuja dan dimohonkan memberikan kecerdasan kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Di dalam Grhsutra paraskara kita melihat Saraswati juga dimohonkan membe¬rikan wawasan dan kecerdasan kepada pemuja-pemujanya. Ayat ini sangat penting karena ia mencerminkan salah satu ungkapan perasaan pemujannya yang paling khusuk kepada Saraswati. Ayat tersebut : "Saraswati; tingkatkanlah kecerdasan kami ini yang pemurah, yang cantik kepada siapa kami memuja pertama-tama, bahwa didalam siapa apa yang lahir, di dalam siapa dunia ini berada". Di dalam salah satu wacana Hiranyake Griyasutra Saraswati sebagai dewi berhubungan dengan pengetahuan disebutkan. Didalam Ramayana Saraswati dipandang sebagai seorang dewi ujaran atau kata-kata (vak). Dalam Mahabrata di dalam Purana-purana belakangan Saraswati berhubungan dengan pembelajaran berulang-ulang disebutkan dan aspek ini mendapatkan penekanan. Dalam kedua epos besar Mahabrata dan Ramayana Sarswati disebut lidah Wisnu. Bahkan Mahabarata, yaitu pada bagian Santi Parwa menyatakan Saraswati sebagai "Ibu dari Weda", (Vedanam Mataram Pasya). Rsi Vyasa, prnggubah Mahabrata memohon anugrah dari dua dewa, yaitu Narayana dan Saraswati sebelum memulai menulis karya agungnya, Narayam Namaskrtya Naram Caiva Narottamam / Devim Sarasvatim Vyasam Tatojayam Udirarayet (Mahabrata, 1.1.1).

Saraswati sebagai Dewi Seni dan Musik

Sebagai dewi yang berkuasa atas ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan maka sangat beralasan jika ia digambarkan sebagai seorang dewi yang mengayomi bidang pembelajaran lain yaitu sebagai dewi seni dan musik. Bagi para penari, budayawan, musisi, pelukis, dan seniman umumnya Saraswati menjadi pusat konsentrasi dan pemujaanya. Mereka memohorn anugrah dan karunianya sebelun ia menciptakan suatu karya seni atau sebelum membawakan suatu karya seni. Di dalam Kamasutra karya Vatsyayana, kita melihat bahwa masyarakat yang sejahtera biasa bersembahyang setiap hari ke empat belas di kuil saraswati untuk menyaksikan penggelaran darama atau tari dan sebagainya. sebagai seorang dewi yang dihubunkan dengan musik, Saraswati sering digambarkan di dalam seni dan kesusastraan memegang alat musik Wina. Musik dianggap membentuk weda ke lima ketika keempat weda dilarang bagi mereka yang tidak Dwijati dan menurut barata musik rama nyanyian, dan lukisan sama nilainya dengan mantra- mantra weda. Jadi, brahmi tidak hanya menurunkan weda tetapi juga pikiran, Vokal, musik kepada Gandarva, Huhu dan tumburu, tarian kepada para akasara; dan ilmu musik dan Drama kepda Narada dan Barata.

Saraswati sebagai Tabib

Dewi Saraswati juga dipandang sebagai seorang tabib di zaman Weda. Di dalam Satapatna Brahmana, Saraswati sering muncul sebagai dewi yang bisa menyembuhkan penyakit. Dalam satu sastra disebutkan: "mereka mengatakan kepada Saraswati, akhirya engkau adalah seni menyembuhkan penyakit". Konsepsi Saraswati sebagai dewi yang yang dapat menyembuhkan penvakit dapat dilihat di dalam Rg-Weda dimana dia bersama-sama dengan para Aswin dikatakan telah menyembuhkan Indra. Refrensi yang sama juga di temukan di dalam Vajasaneyei Samhita. Di dalam samhita yang sama kita melihat Saraswati sebagai istri para Aswin yang secara universal mencerminkan tabib-tabib dewata. Aspek ini juga melekat pada diri Dewi Saraswati. Oeh karena itu, ia selalu dipuja dan disembah oleh tabib-tabib atau dukun-dukun memohon kekuatannya agar mampu membantu mengagugungkan akal dari pada hati nurani, mereka tumbuh semakin individualistis, hedonis; sementara rasa kebersamaan, persaudaraan, gotong royong sudah semakin menipis. Bagi sementara orang beragama dimaknai secara secara formal saja bukan dijadikan sarana untuk meningkatkan kejati dirian yang sesungguhnya adalah spirit. Banyak juga orang bersembunyi di balik ajaran agama untuk melancarkan maksud-maksud jahatnya. Nah, sekarang adakah dari pemaknaan Saraswati ini mampu mempersempit jurang tersebut. Bagaimana Saraswati Puja mampu menggugah kesadaran diri agar secara perlahan-lahan pasti mengembang ke kesadaran yang lebih luas dan kosmik. Memang semestinya setiap kita melaksanakan Puja saraswati disertai dengan perluasan kesaaran diri menuju kesadaran universal bahwa pengetahuan sekuler bukanlah segala-galanya, masih ada pengetauan spiritual (jnana) yang akan benar-benar membawa manusia menuju kebahagiaan baik sekala maupun niskala. Pengetahuan sekuler memang dibutuhkan untuk ke-sejahtraan duniawi (prazvrti). Pengetahuan rohani (tattiua jnana) merupakan jalan rohani (niwrti) meuju Yang Maha Tunggal. Saraswati ada di sana: sebagai alat adan tujuan hidup umat manusia. Saraswati sbagai Dewi Pengetahuan dan Kebijaksanaan hendaknya dimaknai lebih dalam lagi di dalam rangka membina diri, keluarga dan masyarakat luas. Dalam masyarakat, bangasa dan negara yang segala aktivitasnya dijiwai oleh nilai-nilai jnana, kesucian yang akan mampu benar-benar membawa kebahagiaan lahir (abhayudaya) da rohani (nishsreya). Demikian Saraswati merupakan dewi yang penting bagi kehidupan manusia di bumi karena ia sangat lekat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Rg-Weda dan kesusastraan Weda lainnya banyak mengungkapkan keberadaan Dewi Saraswati. Sebagai dewi sungai, ia memberikan kesuburan, kesegaran dan kemakmuran kepada penyembahnya. Sebagai dewi ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, Dewi Saraswati memberikan peranan, pencerahan ilmu pengetahuan kepada umat manusia sehingga dunia ini terang oleh api ilmu pengetahuan sehingga manusia menjadi insan disamping berpengetahuan tetapi mempunyai ebijaksanaan (wisdom). Aspek-aspek-aspek ini sangat banyak, demikian juga atribut-atributnya yang apabila ditelusuri lebih lanjut kita akan mempu mendudukkan Saraswati pada tempatnya yang sangat strategis di dalam pembinaan umat manusia di tengah-tengah arus globalisasi.



Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap.
Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

Comments