Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Brata Siwaratri yang Menyehatkan

Brata Siwaratri yang Menyehatkan


Setiap tahun umat Hindu merayakan hari suci Siwaratri yang selalu jatuh pada awal tahun. Tahun 2016 ini hari suci Siwaratri jatuh pada tanggal 8 Januari yang merupakan musim hujan. Menjelang Siwaratri segenap umat diinspirasi oleh cerita Lubdhaka yang tidak makan, tidak tidur, tidak bicara dari pagi hingga pagi esoknya pulang dari hutan, sampai di rumah kira-kira jam 16.00, lengkap sudah kurang lebih 36 jam. Peran Lubdhaka pada jaman itu hanya diperankan oleh satu orang, kini setelah cerita itu disusun dalam bentuk kekawin Siwaratri Kalpa, banyak orang yang ingin menjadi Lubdhaka. Satu alasan memilih menjadi Lubdhaka karena ingin mendapatkan kesempurnaan hidup sekala dan niskala, mokshartam jagadhita. Sedangkan mereka yang tidak mengikuti Lubdhaka,
biasanya kesehatan menjadi salah satu penghalang. Tidak tidur selama 36 jam membuat tubuh menjadi lemah, tidak makan minum membuat penyakit maag kambuh, apalagi tidak bicara, segala keinginan melepas beban psikologis akan terganggu. Di sini terlihat dua hal yang bertentangan tatkala hari suci Siwaratri yaitu antara menjalankan brata dengan tidak menjalankan brata. Kalau menjalankan brata, berarti resiko yang diangankan siap diterima yaitu berupa sakit maag, badan lemas, kurang ceria karena tidak bicara seharian. Nah di sinilah tantangan seseorang membuat keputusan. Dalam menjalankan brata Siwaratri maupun hari-hari suci lainnya seperti Nyepi dengan catur brata penyepiannya, para bakta harus mempunyai keyakinan yang mendalam akan kesempurnaan brata. Seperti halnya keutamaan brata Siwaratri disebutkan sebagai berikut:
  1. karananing sabhara dadi musir siwalaya;
  2. milagaken sa duskretta;
  3. tan mangusir Yama anda;
  4. sa papanika sirna deni palaning brata;
  5. ikang mangaran Si Lubdhaka jugang huwus angulahaken wara brata, yang artinya :
    • yang menyebabkan si pemburu (Lubdhaka) berhasil memperoleh sorga;
    • menghilangkan semua penyakit;
    • tidak akan memperoleh neraka;
    • segala kenestapaan itu akan hilang berkat brata tersebut;
    • baru hanya Si Lubdhaka saja yang mampu melaksanakan brata Siwaratri (Siwaratri Kalpa XXlV : 3 & 4).
Memperhatikan isi lontar Siwaratri Kalpa di atas, terlihat betapa istimewanya hasil yang akan didapat. Oleh karena itu pertimbangan kesehatan bukanlah hambatan untuk melaksanakannya. Asalkan penuh keyakinan, niscaya penyakit maag tidak akan kambuh, enzym amylase dll di lambung niscaya akan terkontrol, beban psikologis akan teratasi dengan baik. Masalahnya sekarang adalah sejauh mana kita mampu menilai keyakinan? sebab keyakinan tidak dapat diukur secara kuantitatif tetapi kualitatif. Hanya diri sendiri dan guru yang bisa mengetahuinya. Namun bila kurang kemampuan melaksanakan brata Siwaratri, berikut ada dalam cerita Ramayana brata seorang pertapa wanita (Sang Sawari Brati) yang melaksanakan tapa brata hanya semampunya saja (tidak memaksakan) berdasar ketulusan hati yang mendalam dan dilaksanakan dalam waktu tidak terbatas, akhirnya Sang Sawari Brati mampu mendatangkan Rama ke tempatnya bertapa dan mendapat kesempurnaan, kembali menjadi dewata berkat pembersihan yang didapatkannya dari Sang Rama (Ramayana IV; 103) Kesehatan merupakan modal dan juga hasil dalam melaksanakan brata hingga kemudian memperoleh kesempurnaan hidup di alam sana (sorga). Oleh karena itu kesehatan perlu senantiasa di jaga. Caranya adalah dengan selalu memperhatikan kesehatan fisik dengan mengatur makan, aktivitas dan mengatur istirahat (ahara, nidra & brahmacarya) serta mengatur keharmonisan badan astral yang berisi satwam, rajas dan tamas. Unsur fisik seimbang dengan fisik, psikis dengan psikis serta fisik seimbang dengan unsur psikis karena keduanya adalah badan kita, yang satu badan jasmani dan yang satu lagi badan rohani. Bila keseimbangan ini terjadi, kesehatan prima niscaya tercapai. Dengan demikian upaya melaksanakan brata Siwaratri bukan mustahil dapat dilaksanakan, pada akhirnya hasil brata juga akan diperoleh, yaitu dapat menghilangkan penyakit dan kenestapaan, dengan kata lain yaitu memperoleh kesehatan.

Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

Comments