Mengendalikan Kerlap-kerlip Pikiran
abhyâsa-vairâgyâbhyàtn tannirodhah"Menghentikan kerlap-kerlip pikiran tersebut melalui abhyàsa dan vairagya''
Menurut Yoga Sutra Patanjali, sebagaimana dijelaskan pada bagian awal kitab Yoga ini, definisi Yoga merupakan cara untuk menghentikan kerlap-kerlip pikiran. Sutra 1.12 dari Yoga Sutra Patanjali ini merupakan salah satu Sutra yang dipandang sangat penting, menjadi kunci ajaran atau teknik untuk mengendalikan dan menghentikan kerlap-kerlip pikiran yang sangat ampuh. Ia mengajarkan dua teknik atau cara indah untuk mengontrol, men-ghalangi, bahkan menghentikan (nirodhah) kerlap-kerlip pikiran melalui abhyàsa dan vairâgya. Pada Sutra di atas, kata tan (tat) pada kata tannirodhah menunjuk pada vrtti atau kerlap-kerhp pikiran. Cara pertama adalah abhyàsa. Secara arti kata, abhyàsa berarti membuat sesuatu menjadi terbia-sakan atau menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan kita sehari-hari. Kata biasa dalam Bahasa Indonesia berasal dari kata abhyàsa ini. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa-bahasa rumpun Sanskerta seperti Bahasa Tamil, Hindi, Meratha, Kannada, termasuk bahasa Jawa Kuno, kata abhyàsa berarti pengulangan berulang kali. Dalam kamus Sanskrit-nya, Monnier. William memberikan arti sebagai "Repeated or permanent exercise, discipline, used, habit, and custom (latihan, disiplin, kebiasaan, ataupun adat istiadat, baik yang bersifat tetap maupun berulang-ulang).
"Pikiran adalah sebuah sungai dimana terdapat aliran-aliran dari vritti atau kerlap-kerhp pikiran. Ia mempunyai dua aliran arus. Yang satunya menuju kepada lautan kesengsaraan dan yang satunya lagi mengarah kepada lautan kebahagiaan. Mereka yang pada kehidupan-kehidupan masa lalunya lelap di dalam penikmatan-penikmatan duniawi, aliran arus air sungainya akan mengarah kepada lautan kesengsaraan. Sedangkan mereka yang pada kehidupan lampaunya melelapkan dirinya di dalam kegiatan-kegiatan mensejahterakan maka aliran arus sungainya akan mengantarkannya kepada lautar kesejahteraan yaitu lautan yang penuh dengan pengetahuan dan kebahagiaan sejati."
Lebih jauh disebutkan bahwa "aliran arus sungai yang pertama, yang mengarah kepada lautan kesengsaraan, ia muncul atau bermuara dari kelahiran. Sedangkan aliran arus sungai yang kedua ia terbuka, muncul, atau bermuara dari berbakti kepada Tuhan YME, dari Guru, orang-orang suci, atau dari kitab-kitab suci. Untuk menghentikan aliran arus pertama maka seseorang perlu membangun bendungan ketidak terikatan dan melalui abhyàsa aliran arus yang kedua akan menjadi terbuka dan mengantarkan yang bersangkutan pada lautan kebahagiaan. Seperti itulah abhyàsa dan vairagya bersatu, bersama-sama mengendalikan dan menghentikan kerlap-kerlip pikiran.
Sebagaimana burung terbang di angkasa sangat ditentukan oleh penggunaan kedua sayapnya dan bukan sebuah sayap, seperti itu pula untuk menghentikan seluruh kerlap-kerhp pikiran ia memerlukan penggabungan dari abhyàsa dan vairagya. Ketika sifat-sifat kegelapan mendominasi pikiran orang maka sifat kemalasan, tidur, ketiadaan semangat, dan kebodohan akan muncul serta menguasai pikiran, sedangkan ketika sifat kenafsuan yang mendominasi pikiran maka kenafsuan, ketidak tetapan pikiran, dan lain-lain akan meff guasai pikiran orang, abhyàsa akan menjauhkan sifat-sifat kegelapan sedangkan vairagya akan menghilangkan sifat-sifat kenafsuan dari pikiran orang."
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa abhyàsa dan vairagya tidak bisa menghentikan kerlap-kerlip pikiran secara sendiri-sendiri atau terpisah, melainkan penggabungan dari abhyàsa dan vairagya akan mampu menghilangkan segala kerlap-kerhp pikiran. Hal yang sama juga dijelaskan di dalam kitab Bhagavad-gità bahwa untuk mengendalikan kerlap-kerlip pikiran orang memang memerlukan gabungan dari abhyàsa dan vairagya (asamsayam mahàbaho mano-durnigraham calam, abhyàsena tu kaunteya vairàgyena ca grihyate).
Comments
Post a Comment