Pura Tunjung Mekar (Pura Goa Peteng)
Sedangkan yang digunakan untuk melukat hanya goa yang menuju arah utara. Saat menuju sumber air tersebut, harus menuruni puluhan anak tangga. Saat turun, pemedek yang hendak melukat, biasanya disambut kelelawar. Tetesan air yang berasal dari dinding goa yang saling bersahutan membuat langkah kaki diiringi irama alam. Kelelawar tersebut diyakini sebagai binatang yang menjaga Goa Peteng. Selain itu juga terdapat ular phyton yang merupakan duwe Pura Goa Peteng. Selain itu, juga terdapat banyak bebatuan unik dan sakral. Banyak masyarakat yang meyakini batu tersebut memiliki bentuk yang berbeda secara sekala atau niskala. Dimana, pada saat beranjak turun menuju sumber air di sebelah utara, terdapat batu yang berbentuk teropong. Namun, secara gaib atau niskala batu tersebut diyakini merupakan satu barung (satu set) gambelan atau gong.
Urutan melaksanakan panglukatan di Pura Goa Peteng Tunjung Mekar dimulai dari menghaturkan canang di pererepan suci pemangku yang berada di rumahnya. Selanjutnya menuju pura untuk melaksanakan matur piuning. Setelah itu dilanjutkan dengan melukat di Goa yang berada di arah utara dengan terlebih dahulu menghaturkan canang dan mengucap keinginan serta harapan.
Setelah itu, kembali naik dan memohon tirta dan bija sebagai penutup prosesi panglukatan. Uniknya, air di goa ini memiliki kandungan rasa setangah tawar setengah asin. "Hal ini disebabkan karena letak geogradis pura yang berada di pinggir laut," kata Pemangku Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar, I Ketut Kecuh yang diwawancarai Jumat (20/1).
Piodalan dipura ini dilaksanakan menggunakan perhitungan pawukon. Yaitu jatuh pada Redite Wuku Madangkungan. Dan piodalannya dilaksanakan oleh keluarga besar I Ketut Kecuh.
Meski begitu, banyak masyarakat yang tangkil atau datang ke pura ini, pada hari-hari biasa. Tak jarang sesekali pemangku pura menjumpai sulinggih atau pedanda juga turut tangkil ke pura ini. Mereka yang datang konon memiliki maksud dan tujuannya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah untuk melukat, memohon tirta untuk upacara keagamaan, dan untuk pengobatan.
"Banyak masyarakat yang mendapatkan petunjuk jika ingin sembuh, harus melaksanakan penglukatan di Pura Goa Peteng Tunjung Mekar," Imbuh Ketut Kecuh.
Untuk mengunjungi pura ini tidak banyak pantangan dan aturan yang harus dipatuhi, cukup dengan tidak cuntaka saja sudah bisa mengunjungi dan melukat di pura ini. Begitu halnya masalah sarana atau apa saja yang dibawa, tidak ada aturan harus membawa benten khusus. "Tetapi disarankan membawa pejati,” imbuhnya.
Dituturkan lebih lanjut, Ida Bhatara sudah tahu bagaimana keadaan umatnya. Jadi tidak ada keharusan dalam hal sarana dan prasarana untuk tangkil ke pura ini. Baik yang membawa canang ataupun pejati, tetap dilayani sama oleh pemangku pura.
Walaupun tidak ada aturan khusus, memperhatikan etika sangatlah penting dalam melaksanakan ritual keagamaan. Salah satunya adalah dilarang kencing atau buang air kecil saat melukat.
Konon, diceritakan ada seseoarang yang kencing saat melukat, tanpa disadari tiba-tiba ia meihat penampakan di sekitar pura. "Hal inilah yang membuat masyarakat yang mengunjungi pura ini baik untuk keperluan apa pun, sangat pantang untuk kencing sembarangan," ujar Pemangku Pura Goa Peteng Tunjung Mekar, I Ketut Kecuh.
Selain itu, hal yang penting untuk diperhatikan adalah jangan usil. Sebab, benda apa pun yang berada di pura ini adalah sakral. Dahulu, diceritakan ada seseoarang yang membawa beberapa buah batu yang berada di pura untuk dijadikan koleksi di rumahnya. Namun, tak lama setelah itu, pada saat tidur ia mimpi didatangi oleh Bhatara yang melinggih di Pura Goa Peteng. Hal inilah yang menyebabkan ia mengembalikan batu tersebut. "Jadi intinya, biasa-biasa saja, tangkil sewajarnya, ikuti aturan, Ida nak sampun uning yang mana yang baik dan yang mana yang buruk. Jadi Beliau pasti melindungi kita sebagai damuh," tutup Jero Mangku Ketut Kecuh.

Comments
Post a Comment