Manusa Yajna Tidak Sebatas Upacara Sarira Samskara
Bhakti Marga Yoga yang dilaksanakan masyarakat lebih sering dikonotasikan sebagai kegiatan ritual dan persembhayangan. Melalui serentetan upacara Sarira Samskara atau Manusa Yajna masyarakat meyakini dirinya sudah melaksanakan bhaktinya kepada Tuhan. Manusa Yajna yang dipahami masyarakat secara tradisi lebih bersifat eksoterik dalam artian mencari kebahagiaan di luar dirinya. Hal ini teraktualisasikan dalam bentuk kegiatan religi masyarakat dimana segala sesuatu yang terjadi pada manusia diyakini disebabkan oleh hal-hal yang berada di luar dirinya, sehingga melakukan upacara seperti bayuh oton, melukat, dijadikan sebuah solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan kemanusiaan. Sedangkan secara nyata umat menganggap persoalannya sudah selesai dengan melakukan upacara tersebut tanpa mencari penyebab secara nyata terjadinya persoalan yang dialami. Hal ini disebabkan Manusa Yajna lebih banyak hadir dalam rangkaian kegiatan sarira samskara penyucian diri lewat ritual. Sedangkan peningkatan kualitas diri, membangkitkan kesadaran Tuhan dalam diri sering terabaikan yang merupakan nilai inti dari Manusa Yajna.
Melalui ritual menusia mengungkapan rasa bhakti kepada Tuhan yang dipujanya. Oleh karena itu Manusa Yajna semata-mata dipahami sebagai rangkaian kewajiban ritual untuk mengungkapkan rasa bhakti kepada Tuhan dan memohon karunia penyucian diriNya. Melalui serangkaian transformasi Manusa Yajna, maka pelaksanaan Bhakti Marga Yoga tersebut sesungguhnya dapat mengalami penguatan bahwa untuk menunjukkan bhakti kepada Tuhan, maka ritual dan banten bukanlah satu-satunya.
Terjadinya transformasi sistem nilai Manusa Yajna menjadikan pelaksanaan Bhakti Marga Yoga mengalami pengutan oleh karena aktivitas Bhakti Marga Yoga tidak lagi dimaknai sebatas ritual dan persembahyangan, tetapi bhakti kepada Tuhan juga bisa diekspresikan melalui berbagai bentuk. Salah satunya adalah bhakti yang dilakukan dengan cara menyayangi putra-putri dengan baik melalui memberikan pendidikan yang cukup, agar menjadi anak yang suputra dan dapat diandalkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Untuk memohon waranugraha Ida Sang Hyang Widhi, agar seorang anak dapat tumbuh menjadi anak suputra dan menjadi manusia suguna, tidak cukup hanya dengan melakukan ritual Manusa Yajna, seperti magedong-gedongan, nutug kambuhan, mapetik, nelubulanin, ngeraja swala, metatah, pawiwahan, dan lain-lain.
Masyarakat perlu meyakini bahwa waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi juga harus dimohon melalui usaha nyata, yaitu mendidik dan membimbing anak-anak sebaik-baiknya sehingga yang bersangkutan layak menerima waranugraha terbaik dari Tuhan. Transformasi nilai seperti itu merupakan bagian dari salah satu Bhavabhakti, yaitu Vatsalyabhava, dimana seorang penyembah atau bhakti Tuhan Yang Maha Esa yang menyayangi seperti anaknya sendiri, contohnya cinta dan kasih sayang Yasoda terhadap Sri Krisna.
Transformasi Manusa Yajna dalam bentuk transformasi nilai-nilai Tattwa menunjukkan terjadinya penguatan Bhakti Marga Yoga. Terjadinya transformasi nilai-nilai tattwa Manusa Yajna didorong oleh sikap masyarakat yang gemar mencari informasi keagamaan lewat media massa dan membaca buku-buku agama Hindu, karena dengan banyak mendengarkan ajaran-ajaran suci maupun membaca buku-buku agama yang berisikan pengorbanan yang tulus ikhlas kepada sesama manusia (Manusa Yajna) sebagai sarana untuk mencapai kesucian, maka aktivitas tersebut juga merupakan aktivitas Bhakti Marga Yoga, terutama tergolong ke dalam Navavidhabhakti yang terdiri dari:
Sravanam (mempelajari keagungan Tuhan Yang Maha Esa melalui membaca atau mendengarkan pembacaan kitab suci); Kirtanam (mengcapkan atau menyanyikan nama-nama Tuhan Yang Maha Esa); Smaranam (mengingat nama-nama Tuhan Yang Maha Esa); Padasevanam (memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk melayani, menolong mahluk ciptaanNya); Arcanam (menuju keagungan Tuhan Yang Maha Esa); Vandanam (sujud dan melakukan kebhaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa); Dasya (melayani mereka yang memerlukan pertolongan); Sakhya (memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang memberi pertolongan dalam bahaya); dan Atmanivedanam (penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Berdasarkan Navavidhabhakti tersebut, maka implikasi penguatan Bhakti Marga Yoga salah satunya dalam bentuk Srawanam, yaitu berbhakti kepada Tuhan melalui mempelajari keagungan Tuhan Yang Maha Esa dengan membaca atau mendengarkan pembacaan kitab suci. Selain itu penguatan Bhakti Marga Yoga juga terjadi dalam bentuk Padasevanam, yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam transformasi system nilai etika. Padasevanam ditunjukkan dengan aktivitas kelompok-kelompok social yang berorientasi humanism, yaitu aktif berbagi memberikan sumbangan sejumlah uang ataupun barang untuk membantu biaya perawatan warga yang sakit atau membantu keperluan pendidikan, perumahan, pangan, dan lain-lain. Bantuan yang dilakukan atas dasar kesadaran sebagai bentuk melaksanakan ajaran tat tvam asi dalam ajaran Hindu itu tergolong sebagai aktivitas bhakti, khususnya Padasevanam.
Bhakti, Yajna, dan Sraddha memiliki saling keterkaitan satu sama lain, sehingga transformasi Manusa Yajna berkorelasi dengan penguatan Bhakti Marga Yoga. Hal tersebut ditegaskan dalam Pancaran Bhagavata (Bhagavata Vahini) Bagian 1 (Baba, 1999) yang mengandung beberapa kesimpulan, yaitu: (a) orang yang sraddhanya (imannya) goyah, maka ia memerlukan upacra yajna untuk meneguhkan kembali keyakinannya. (b) dengan pelaksanaan yang tepat, menyangkut bahan-bahan upacara, tata cara pelaksanaan, dan pemimpin upacaranya, maka upacara yajna tertentu dapat menebus dosa. (c) sraddha-bhakti yang kuat kepada Tuhan akan memberikan jalan kemudahan bagi seseorang di dalam melangsungkan sebuah upacara yajna, demikian juga kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini disebutkan dalam kisah Yudhistira dapat menyelenggarakan asvamedha yajna yang besar karena memilki sraddha dan bhakti yang kuat kepada Tuhan.
Berdasarkan Bhagavata Vahini di atas dengan jelas disebutkan kepada orang yang iman (sraddha) nya goyah maka memerlukan upacara yajna untuk meneguhkan imannya, kemudian upacara yajna akan dipermudah pelaksanaanya apabila pelakuknya memiliki sraddha dan bhakti yang tinggi. Jadi, sraddha, bhakti, dan yajna merupakan tiga serangkai yang saling berhubungan. Oleh sebab itu pula upacara Manusa Yajna di Desa Sibangkaja yang telah ditransformasikan merupakan refleksi penguatan Bhakti Marga Yoga, karena dengan sraddha-bhakti masyarakat yang kuat, mereka diberikan berbagai kemudahan dalam menyelenggarakan upacara yajna, seperti sederhana, efektif, efisien, dan simple.
Comments
Post a Comment