Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Caru

Caru



Mecaru adalah upacara yang dilaksanakan untuk menjaga keharmonisan antara manusia denga alam oleh umat Hindu di Bali, Indonesia. Upacara mecaru juga disebut dengan Butha Yadnya. Butha Yadnya pada hakikatnya merawat lima unsur alam, yakni tanah, air, udara, api, dan ether. Upacara mecaru dilaksanakan sebelum hari raya Nyepi pada waktu Sasih Kesanga. Upacara mecaru biasanya dilaksanakan di perempatan jalan dan di lingkungan rumah. Setiap mengadakan upacara ini, setiap keluarga membuat caru atau persembahan sesuai dengan kemampuan ekonomi. Persembahan tersebut merupakan penyucian Bhuta Kala dan segala kotoran yang ada, serta sebagai pengharapan segala keburukan tidak dialami lagi pada masa mendatang. Persembahan dalam upacara mecaru biasanya berupa nasi lima warna, lauk-pauk ayam, brumbuhan, dan disertai tuak. Upacara mecaru bertujuan
untuk menanamkan nila-nilai luhur dan spiritual kepada manusia agar selalu menjaga dan merawat alam dan lingkungan sekitarnya. Masyarakat Bali percaya bahwa jika manusia merusak alam dan lingkungan, maka suatu saat nanti manusia akan dibinasakan oleh alam. Dan dijelaskan pula bahwa, Caru (Mecaru; Pecaruan; Tawur) sebagai upacara yadnya yang bertujuan untuk keharmonisan bhuwana agung (alam semesta) dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari sebagai bagian dari upacara Butha Yadnya,  Dengan demikian, upacara mecaru adalah aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar terjadi keharmonisan. Upacara pecaruan ada yang dilakukan dalam bentuk kecil sehari-hari, disebut Nitya Karma, sedangkan upacara pecaruan disaat tertentu (biasanya lebih besar) disebut Naimitika Karma. Jenis-jenis Caru dan Tawur: Caru Palemahan Bumi Sudha berfungsi untuk mengharmoniskan sebuah tempat. Dalam Lontar Dewa Tattwa membedakan jenis-jenis Caru dan Tawur sebagai berikut:
  1. Yang diadakan bila ada kejadian tertentu misalnya: bencana, bencana alam, hama penyakit, gerhana matahari, huru-hara, perang, dll.
  2. Yang diadakan: sehari-hari, hari tertentu, sasih (bulan) tertentu, dan warsa (tahun) tertentu.
  3. Yang diadakan disuatu tempat: pekarangan, rumah, pura, sanggah, Banjar, Desa Adat, seluruh pulau (Bali), seluruh dunia, danau, laut, hutan, gunung, dll.
  4. Mengikuti upacara pokok Panca Yadnya.
Dalam Lontar Dewa Tattwa dibedakan pula antara Caru dan Tawur.

Yang termasuk Caru : 

  1. Caru Eka Sata
  2. Caru Panca Sata
  3. Caru Rsi Ghana
  4. Caru Penolak Mrana/ Gering Tempur
  5. Caru Panca Sanak Madurgha
  6. Caru Bhuta Yadnya Medana-dana/ Gempong Asu
  7. Caru Panca Sanak Agung
  8. Caru Panca Wali Krama
  9. Caru Panca Kelud
  10. Caru Walik Sumpah
  11. Caru Tawur Gentuh
  12. Caru Tawur Agung
  13. Tawur Eka Dasa Rudra

CARU EKA SATA

Jenis-jenis caru eka sata :
  •  Caru ayam brumbun/Pengruwak  (berwarna putih-merah-kuning-hitam)
  • Caru Dengen ( menggunakan ayam putih nulus
  • Caru Preta ( menggunakan ayam biying atau bulunya merah )
  • Caru Ananta Kusuma ( menggunakan ayam putih siyungan atau bulunya putih namun paruh dan kakinya kekuning-kuningan
  • Caru Bicaruka ( menggunakan ayam ireng mulus )
Penggunaannya :
  1. Menyertai Piodalan
  2. Perombakan suatu tempat/hutan
  3. Pembongkaran atau peletakan batu pertama untuk suatu bangunan suci
  4. Permulaan menggunakan suatu bangunan seperti rumah, bale, banjar, pura dll
Tetandingannya ;

1. Mempersiapkan Olahan ayam

  1. Sebelum menyembelih binatang korban untuk caru/tawur, didahului dengan mantra :
    “ Om pasu pasa ya wihmane sira ceda ya dimahi, tanne jiwah pracodaya” Artinya,Om Hyang Widhi Wasa, hamba menyembelih hewan ini, semoga rohnya menjadi suci.
  2. Hewan tersebut dikuliti (dalam keadaan kering/jangan diseduh dg air panas) sehingga kepala. Sayap, kaki dan ekornya masih melekat dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya ( dibuat blulang ayam/walung malayang-layang)
  3. Dagingnya diolah menjadi :
    • Urab-uraban antara lain : urab barak, urab putih, gegecok
    • Berbagai jenis sate, antaralain : lembat, asem, dan calon
    Ketiga jenis sate dan urab-uraban disebut Trinayaka yaitu symbol jasmani binatang tersebut yang aksaranya Ang, Ung, Mang.
  4. Dari hasil urab-uraban dan sate tersebut diatur menjadi beberapa tetandingan, yaitu ;
    1. KaranganAlasnya : sebuah taledan Isinya : urab barak, urab putih, sate lembat 2 buah, sate  asem 2 bh, sate calon 2 bh, lalu dilengkapi dengan nasi sokan, berisi lekesan. Sampyan : sampyan nagasari
    2. KawisanAlasnya : sebuah taledan Isinya : urab barak, urab putih, sate lembat 2 bh, sate asem 2 buah, sate calon 2 buah, lalu dilengkapi dengan nasi pangkonan (setengah bundar dg dialasi daun ), berisi lekesan. Sampyan  : canang genten
    3. BayuhanAlasnya : sebuah taledan Isinya : urab-uraban, sate tiap jenis 1 bh, dibuat tetandingannya sejumlah  urip pangideran, nasinya menggunakan tumpeng danan 2 bh dengan  warna dan jumlah set tumpeng danannya  sesuai urip pengideran , dilengkapi garam dan sambal serta raka-raka. Sampyan : sampyan metangga/peras
    4. KetenganAlas : taledan kecil berisi tangkih sejumlah urip pengiderannya Isinya : nasi sasah sesuai dengan warna pengidernya dilengkapi dengan urab-uraban dan sate tiap jenis 1 bh. Sampyan : canang genten

2. Tetandingan banten tambahan :

  1. Segehan cacahan.Sejumlah urip dan warna pengideran, dengan menggunakan alas taledan, dilengkapi ulam bawang jahe dan garam serta adeng, diatas nya dilengkapi canang genten.
  2. Cau dananBentuk jejahitannya seperti kapu-kapu, dibuat bergandengan sejumlah urip pengiderannya, masing-masing berisi nasi sesuai warna arah, dilengkapi dengan kacang-saur dengan sebuah sampyan plaus
  3. Tulung sangkurAlasnya ceper  berisi tulung sangkur sejumlah urip pengiderannya, berisi nasi  warna sesuai arah, dilengkapi dengan kacang-sauh, dilengkapi sampyan plaus
  4. Takep-takepanTakep-takepan berisi tatukon (base tampelan,beras,benang,uang kepeng) sejumlah urip pengiderannya
  5. KalakatAnyaman bamboo berbentuk bujursangkar sebagi alas layang-layang hewan korban
  6. Daun talujunganUjung daun pisang yang digunakan pada sanggah cucuk, dan sebuah lagi diatas kelakat sebagai alas layang-layang
  7. Sebuah kwangenYang berisi uang kepeng sesuai dengan jumlah urip pengiderannya
  8. Sanggah pesaksi Sanggah SuryaDihias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan serta diisi beberapa banten
  9. Sanggah cucukDihias dengan janur pada pinggirnya secara berkeliling, lalu lamak, daun talunjungan, gantung-gantungan
  10. SengkwiDianyam sejumlah urip pengiderannya, dipakai sebagai alas caru
  11. Kain berwarnaWarnanya sesui dengan pengiderannya, diletakkan diatas sanggah cucuk
  12. TetimpugTerdiri atas 3 ruas bambu utuh lalu diikat menjadi satu, yang diletakkan nantinya diatas dapur darurat (3 bh bata tersusun) lalu dibakar agar mengeluarkan suara letusan 3 kali
  13. SapuSebagai alat pembersih
  14. TuludSebagai alat untuk mendorong-dorong sisa sampah

 3. Tata cara Pengaturan Susunan Caru

  1. Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut. Hias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan Letakkan didalam sanggah beberapa banten yaitu; Suci, pejati Letakkan di bawah pada depan sanggah berupa banten Gelar sanga
  2. Di sebelah barat Sanggah Pasaksi ditancapkan sanggah cucuk yang sudah dihias dan dilengkapi dengan tikar kecil. Pada bawah sanggah cucuk digantungkan sujang atau cambeng berisi tetabuhan seperti arak, berem, tuak dan toya. Letakkan banten didalam sanggah cucuk antara lain : tumpeng danan, tadah sukla, canang lengawangi
  3. Dibawah sanggah cucuk, pada natar/natah dipasang sengkwi memakai anyaman 8 sebagai jumlah urip tengah, diatasnya berturut-turut disusuni karangan, kawisan, bayuhan, ketengan, segehan cacahan, cau dandan, takep-takepan, tulung sangkur, kalakat sudamala dengan alas daun talujungan, laying-layang ayam brumbun, sebuah kwangen berisi uang sesari 8 kepeng dilengkapi nasi wong-wongan berwarna brumbun.
  4. Disebelah-menyebelah diletakkan banten tumpeng yaitu :
    • Tumpeng putih 5 buah di timur
    • Tumpeng merah 9 buah diselatan
    • Tumpeng kuning 7 buah di barat
    • Tumpeng hitam  4 buah di utara
    Dengan dilengkapi dengan rerasmen, raka-raka dan sampyan tumpeng
  5. Pada bagian hulunya layang-layang diletakkan banten suci, daksina, peras Sedangkan banten caru lainnya yang menyertai diletakkan pada sekelilingnya berupa : penyeneng, sorohan, sasayut pengambeyan, pangulapan, ajuman, tipat kelanan, sanggahurip, segehan agung
  6. Didepan pemimpin upacara diletakkan tebasan durmenggala, pabersihan, tabuh-tabuh, dupa, tirta caru, tirta pabyakalan. Byakala dan prayascita diletakkan agak terpisah didepan pemimpin upacara
  7. Tetimpug diletakkan ditempat yang agak aman dekat tempat upacara diatas dapur darurat

CARU PANCA SATA

Kekuatan perlindungan dari caru Panca Sata sesuai dengan penjelasan Kala Tattwa yaitu selama satu tumpek (35 hari) Perlengkapannya sama dengan caru eka sata namun dibuat 5 tanding dasar caru dimana warna dan jumlah segehan dllnya sesuai dengan pengidernya Tata cara pengaturannya :
  1. Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut. Hias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan Letakkan didalam sanggah beberapa banten yaitu; Suci, pejati Letakkan dibawah pada depan sanggah berupa banten Gelar sanga
  2. Di sebelah barat Sanggah Pasaksi ditancapkan 5 buah sanggah cucuk yang sudah dihias dan dilengkapi dengan tikar kecil. Pada bawah sanggah cucuk digantungkan sujang atau cambeng berisi tetabuhan seperti arak, berem, tuak dan toya anyar Letakkan banten didalam sanggah cucuk antara lain : banten peras, tulung sayut, ajuman/soda
  3. Dibawah masing-masing sanggah cucuk, pada natar/natah dipasang sengkwi memakai anyaman sebagai jumlah urip pengidernya, diatasnya berturut-turut disusuni karangan, kawisan, bayuhan, ketengan, segehan cacahan, cau dandan, takep-takepan, tulung sangkur, kalakat sudamala dengan alas daun talujungan, laying-layang ayam (dengan warna sesuai pengider-ider), sebuah kwangen berisi uang sesari sejumlah kepengnya sesuai urip pengider-ider  dilengkapi banten tumpeng dimana jumlah dan warna tumpeng sesuai dengan pengider-ider.
  4. Pada bagian hulunya layang-layang diletakkan banten suci, daksina, peras Sedangkan banten caru lainnya yang menyertai diletakkan pada sekelilingnya berupa : penyeneng, sorohan, sasayut pengambeyan, pangulapan, ajuman, tipat kelanan, sanggahurip, segehan agung
  5. Didepan pemimpin upacara diletakkan tebasan durmenggala, pabersihan, tabuh-tabuh, dupa, tirta caru, tirta pabyakalan. Byakala dan prayascita diletakkan agak terpisah didepan pemimpin upacara
  6. Tetimpug diletakkan ditempat yang agak aman dekat tempat upacara diatas dapur darurat

CARU RSI GHANA

Terdiri atas :
  1. Rsi Ghana Alit dimana masa perlindungannya 6 bulan
  2. Rsi Ghana Agung dimana masa perlindungannya 6 tahun
Digunakan bila didalam satu pekarangan mengalami:
  • Salah satu keluarga mengalami salah pati atau ngulah pati
  • Salah satu bangunan disambar petir
  • Kemasukan orang gila
  • Bangunannya kejatuhan pohon besar hingga cacat
  • Kebanjiran atau dihanyutkan banjir besar
  • Menjadi tempat orang mengamuk, perang, berkelahi
  • Kebakaran
  • Kemasukan binatang besar
  • Kemasukan bhuta kala
  • Suasana keluarga memanas dan keruh

 Rsi Ghana Alit

Nanceb sanggah tuttwan Upakaranya terdiri dari : suci, rantasan, uang sesari 1700 Pada depan natar atau halamannya merajah Padma astadala sebagai tempat Caru Rsi Ghana Di dahului dengan membuat lubang ditanah lalu ditaburi tepung untuk membuat rerajahan Padma Asta Dala
  • Pada arah timur aksara sucinya Sa =
  • Pada  arah selatan aksara sucinya Ba =
  • Pada arah barat aksara sucinya Ta =
  • Pada arah utara aksara sucinya A =
  • Pada arah tenggara aksara sucinya Na =
  • Pada arah barat daya aksara sucinya Ma =
  • Pada arah barat laut aksara sucinya Si =
  • Pada arah timur laut aksara sucinya Wa =
  • Di madya atau tengah-tengah aksara sucinya Ya =
Tetandingan Rsi Ghana
  1.  Alasnya menggunakan tamas agak besar berisi nasi pangkonan 9 buah dialasi plawa / daun nagasari yang masing-masing berisi rerajahan aksara suci, sebagai berikut :
    • Plawa di timur dirajah Ong =
    • Plawa di selatan dirajah Ang =
    • Plawa di barat dirajah Reng =
    • Plawa di utara dirajah Si =
    • Plawa di tenggara dirajah Ga =
    • Plawa di barat daya dirajah Na =
    • Plawa di barat laut dirajah Ba =
    • Plawa di  timur laut dirajah Wa =
    • Plawa di tengah dirajah Ma =
  2. Lalu pada masing-masing nasi pengkonan ditancapi setangkai bunga teratai dan diberi ulam seekor itik/bebek putih yang diolah selengkapnya tanpa memakai sate / jajatah.
  3. Caru pada halaman/natar memakai caru Panca Sata Malayang-layang dengan masing-masing dialasi kelabang maikuh sesuai dengan urip dan warna pengider-ider Kelengkapan caru lainnya yaitu : sesayut pengambyan, pangulapan, prayascita luwih, tumpeng agung maulam guling itik putih, daksina, dan kelimanya memakai uang sasari 5555, sebuah pane anyar berisi nasi ketengan sesuai jumlah urip pancawara Nasi pujungan masing-masing 1 bh.
  4. Khusus untuk caru yang ditengah, dilengkapi suci 1 soroh, sesayut durmenggala, panca kelud, peminyak kala, pemangguh pamali
  5. Di sanggah Kemulan terdiri atas : suci 1 soroh selengkapnya
  6. Untuk pemimpin upacara : suci 1 sorog, penglukatan, peras lis, tatimpug yang nantinya jika sudah selesai upavcara harus ditananm di natar/halaman merajan
  7. Kepada yang ngerajah natar, upakaranya berupa daksina dengan sesari 125 Kepada yang negrajah daun plawa/nagasari diberi daksina dengan sesari 77
RSI GHANA MADYA Kegunaannya untuk pamarisudhaning karang panas dan sanggar atau tempat suci seperti Pura Kahyangan Tiga, Panggulan / empelan, tegalan serta sawah Tata cara pengaturan :
  1. Mendirikan sanggar tutwan memakai penjor tiying gading berisi 2 kober rerajahan Ghana membawa bajra dan satu lagi Ghana membawa Gada, dilengkapi dengan daun beringin satu cabang ditempatkan diarah timur laut serta daunnya yang merajah Cakra ditempatkan didepan sanggar tuttwan. Upakaranya : suci 2 soroh lengkap, tumpeng adanan, peras, daksina berisi sesari 1700, canang lengawangi buratwangi.
  2. Pada natar atau halaman merajah padma asta dala, aksara suci rerajahannya :
  3. Selanjutnya diletakkan caru Rsi Ghana berupa sega atau nasi pangkonan 9 buah dialasi tamas yang besar. Pada masing-masing nasi pangkonan dialasi daun nagasari  marajah aksara suci : Pada nasi masing-masing ditancapi bunga tunjung dengan ulamnya memakai seekor itik diolah lengkap tanpa sate / jajatah.
  4. Carunya menggunakan Caru Panca Sata ayam melayang-layang winangun urip dialasi sengkwi. (sama dengan susunan caru panca sata seperti diterangkan diatas)Upakaranya terdiri dari : tumpeng adandanan ditengah daksina gede berisi sesari 500, masing-masing dilengkapi dengan bayuhan, peras, penyeneng, sesayut pengambean. Untuk sanggah cucuk yang ditengah disertai suci 1 soroh, gelar sanga, nasi segau, tepung tawar, lis bebuu, tebasan prayascita luwih, durmenggala, prayascita, sebuah pane anyar, kukusan, dangdang, sibuh pepek, tatimpug, sujang masing-masing 4 bh dan pada sanggah cucuk berisi tuak, arak, berem, toya anyar.
  5. Upakara pada tempat pemujaan : 1 soroh suci lengkap, sarana penglukatan, daksina berisi sesari 1.100.
  6. Daksina sang ngerajah natar, uang sesarinya 125 Daksina sang ngerajah daun nagasari, uang sesarinya 100
RSI GHANA AGENG
Tata cara pengaturannya :
  • Sama dengan Rsi Ghana Madya, carunya menggunakan caru Panca Sata Ayam melayang-layang ditambahkan dengan Caru Asu Bang Bungkem yang diletakkan ditengah-tengah caru Panca Sata.  Khusus pada caru asu bang bungkem melayang-layang harus dialasi dengan sengkwi maikuh. Olahan dagingnya dibuatkan urab barak-urab putih, sate lembat, sate asem, sate calon agung, dan ulam karangan.Pengaturan tetandingannya  : Sate lembat, sate asem  masing-masing 33 biji dijadikan 33 bayuhan lalu dijadikan 3 sengkwi, dilengkapi dengan ulam karangan 1, calon agung sesuai dengan jumlah urip pengiderannya. Nasi/sega 33 dan takep-takepan, lis, sanggahurip masing-masing. Canang brakat manca desa, rantasan 5 warna , sekar / bunga 5 warna, jun pere berisi toya anyar manca desa, alas-alasan, pasucian, isuh-isuh, nasi segau, tepung tawar, benang tetetbus, rarakih masing-masing
  • Pada tempat pemujaan untuk pemuput upacara : suci 1 soroh, penglukatan, samsam, bija kuning, soda, peras, lis, bebuu, nasi segau, tepung tawar, sesarik, alas-alasan, benang tetebus 5 warna
  • Upakara di sanggar tutwan : daksina berisi uang sesari 5500, peras , sesayut, pengambyan, prayascita luwih, nasi segau, tepung tawar, sebuah pane anyar, kukusan, pangedangan, sebuah sibuh pepek.

CARU PENOLAK MRANA ATAU GERING TEMPUR

Digunakan bila terjadi :
  1. Tertimpa reruntuhan pohon yang besar
  2. Kemasukan orang mengamuk
  3.  Kemasukan gelap
  4. Terjadi kebakaran
  5. Segala jenis kekotoran atau kadurmenggalaan
Tata cara pengaturan :
  1. Mendirikan sanggar tutwan Upakaranya :
    • Suci 2 soroh lengkap
    • Tumpeng adandanan, rantasan saperadeg
    • Tubungan putih 7 buah, tubungan ijo 7 buah dialasi limas
    • Bungkak nyuh gading makasturi
    • Canang daksina berisi sesari 1700
  2. Di sor sanggah Surya Upakaranya : Gelar sanga
    • Pada laapan atau asagan , Upakaranya:  babangkit asoroh maguling babi
    • Pada natar/halaman : Upakaranya : Sebagai dasar menggunakan caru panca sata ayam manca warna lengkap. Tambahan untuk caru yang ditengah : suci asoroh jangkep, prayascita luwih, tebasan durmenggala, sasayut panca kelud, paminyak kala, pamangguh pamali, lis, sanggahurip, dilengkapi canang berkat masing-masing pada kelima tempat itu, rantasan manca warna serta sega manca warna.Pada caru asu bangbungkem seganya 33 lengkap dengan takep-takep dan jun pere berisi toya untuk kelima tempat, berisi alas-alasan, pasucian, isuh-isuh, nasi segau, tepung tawar, tetebus dan rarakih
  3. Pada tempat pemujaan upakaranya :
    • Suci 1 soroh
    • Soda, peras
    • Penglukatan, samsam, wija kuning, lis bebuu, segau, tepung tawar, sasarik, tetebus panca warna

CARU PANCA SANAK MADURGHA ATAU CARU PANCA SANAK TAWUR MADIA

Digunakan pada :
  • Kahyangan
  • engulun setra
  • Pura Dalem
Tata cara pengaturannya :
  1. Sebagai dasarnya menggunakan caru Panca Sata selengkapnya
  2. Untuk caru di tengah / madya dilengkapi dengan Bawi butuhan/kucit butuhan/babi jantan.
  3. Caru ini tidak menggunakan bebangkit walaupun akan ngusaba di sawah
  4. Caru ini dapat digunakan tetapi nasi caru pada amanca desa/lima tempat memakai sega punjungan 33 sesuai dengan warna pengideran kendatipun dipakai pada Padudusan Alit
  5. Bila caru ini akan digunakan di desa-desa , harus memohon tirta pamuput caru di pura Dalem, Kahyangan Pengulun setra dan bila digunakan di sawah maka wajib memohon tirta pamuput caru di Pura Bedugul Pangulun Sawah

Yang termasuk Tawur: 

  1. Manca Kelud, berfungsi untuk ngelinggihang dewa di parhyangan.
  2. Balik Sumpah,
  3. Tawur Gentuh,
  4. Panca wali krama,
  5. Eka Bhuwana,
  6. Tri Bhuwana,
  7. Eka Dasa Rudra. dll
Semua beburon / hewan sebelum diupacarai dimandikan terlebih dahulu kemudian dikenakan kain menurut warna pengider-iderdisertai kalungan uang kepeng manut urip. Alat-alat yang ikut diupacarai: blakas, golok, taledan, lumpyan, pane, lesung, tungku, talenan, payuk, ilih, siut, sendok, katikan sate, cubek. Juga disertai lakar base genep.Penggunaan hewan dalam Caru dan Tawur (Lontar Sudamala dan Lontar Kala Tattwa)
  • Ayam manca warna, masing-masing untuk: putih – Bhuta Janggitan, biying – Bhuta Langkir, siungan – Bhuta Lembu Kania, hitam – Bhuta Taruna, brunbun – Bhuta Tiga Sakti
  • Ayam biying kuning, untuk Bhuta Jingga
  • Ayam ijo, untuk Bregala-Bregali, Bebai
  • Ayam Ijo, untuk  Bhuta Ijo
  • Ayam klawu, untuk Bhuta Ireng
  • Ayam wangkas, untuk Bhuta Lambukan
  • Angsa putih, untuk Korsika
  • Asu bang bungkem, untuk Bhuta Hulu Kuda
  • Banteng, untuk Bhuta Ijo
  • Bawi palen,untuk Mahakala
  • Bebek belang kalung, untuk Panca Mahabhuta
  • Bebek bulu sikep, untuk Bhuta Lambukan
  • Godel, untuk: Gargha, Kapragan, Mrajapati.
  • Kambing coklat/kuning, untuk Maitri, Kamala-Kamali, Kala Sweta, Banaspati
  • Kambing coklat, untuk Bhuta Jingga
  • Kambing selem, untuk Kurusya, Banaspati Raja
  • Kambing sewarna, untuk tapakan Bhatara Di Sanggah Tawang
  • Kebo yusmerana, untuk Bhuta Ireng
  • Kidang, untuk Kalika-Kaliki, Yaksa-Yaksi, Dengen, Anggapati
  • Manjangan, untuk Bhuta Ijo
  • Penyu (punggalan), sampelan kebo, sampelan kambing, untuk pelengkap catur niri
  • (Tanda bintang artinya ada Bhuta yang sama memerlukan beberapa binatang kurban untuk di-“somya”)
Olahan hewan (beburon) menurut Lontar Dharma Caruban sebagai tuntunan ngebat.
  • Kinelet melayang-layang: kepala, kaki, ekor, dan kulit utuh.
  • Winangun urip: letak hewan tertelungkup dan ada unsur-unsur tulang rusuk, tulang punggung, tulang kaki dan tulang ekor.
  • Urab/Reramesan barak dan putih: berisi daging, lidah, hati, lemak, kulit, darah (kalau reramesan barak) Getih matah: darah segar yang ditampung di sebuah kau ketika menyembelih hewan, diiisi lontar nama hewannya.
  • Sate (jejatah) lembat, asem, dan calon disebut Trinayaka sebagai persembahan tubuh hewan termasuk dengan aksara suci Ang – Ung – Mang.
  • Gayah: punggalan bawi, winangun urip, mejatah katikan senjata Dewata Nawa Sanga, ditambah mejatah katikan-katikan: bagia, orti, surya candra, tunjung, cempaka, pidpid, sapudaki, konta, japit dumi, oret-oret, satuh, don, jerimpen, ancak, penyeneng, sandat, endongan, satuh, bingin.

Bahan-bahan Upakara dalam Pecaruan (Lontar Sudamala)

Bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis:
  • Mataya; bahan dari tumbuh-tumbuhan: daun, bunga, buah, pohon, biji-bijian, umbi-umbian, arak berem, tuak.
  • Mantiga; hewan yang lahir dua kali (melalui telur): ayam, bebek, angsa, burung.
  • Maharya; hewan yang lahir satu kali (tidak melalui telur) dan berkaki empat: babi, sapi, kerbau, kambing, anjing.
Penempatan warna bulu hewan caru mengacu pada kedudukan Panca Korsika dan Bhuta, disesuaikan dengan warna bulu hewan itu. Hal ini juga disebutkan dalam ephos Mahabharata, ketika Dewi Kunti hendak mengorbankan Sahadewa untuk “nyupat” Panca Korsika. Makna simbol warna dalam Upacara Pecaruan (Lontar Dewa Tattwa) Warna-warna: bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider:
  • Sweta (putih),
  • Dumbra (merah muda),
  • Rakta (merah),
  • Rajata (oranye),
  • Pita (kuning),
  • Syama (hijau),
  • Kresna (hitam),
  • Biru (abu-abu),
  • dan sarwa suwarna (campuran)
Warna-warna itu selain sebagai identitas para dewa yang menjaga keseimbangan, juga sebagai simbol berbagai sifat yang ada dalam diri manusia:
  • Putih: suci;
  • Merah-muda: kesucian yang ternoda oleh kemarahan;
  • Merah : marah;
  • Oranye: marah karena nafsu tak terpenuhi;
  • Kuning: nafsu;
  • Hijau: serakah;
  • Hitam: iri-hati;
  • Abu-abu: iri-hati yang terselubung.
Dari 9 warna yang ada, hanya 1 (warna putih) sebagai simbol sifat baik yang bisa dikalahkan oleh warna lain simbul keburukan.Oleh karena itu warna putih dibanyakkan dengan tepung beras yang dirajah pada banten Rsi Gana. Dengan demikian sifat-sifat buruk asubha karma manusia diusahakan di-”somiya” melalui pecaruan sehingga Asuri Sampad (sifat keraksasaan) dapat berubah menjadi Daiwi Sampad (sifat kedewataan)Urip Wewaran pada caru dan tawur (Lontar Warigha Bhagawan Gargha)Penggunaan urip wewaran / neptu pada caru yang dasarnya panca wara, karena sesuai dengan mitologi panca korsika, yakni: : Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Satha Pata Brahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.Penggunaan urip pada tawur pada dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan asta wara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan:
  • Guru urip 8 di tenggara,
  • Rudra urip 3 di barat daya,
  • Kala urip 1 di barat laut
  • dan Sri urip 6 di timur laut.
Jumlahnya = 18 dimana secara matematis total digit: 1 + 8 = 9 (jumlah pengider-ider dewata nawa sanggha) Urip Wewaran tersebut digunakan dalam banten caru / tawur untuk antara lain jumlah :  tumpeng, reramesan, sate, tangkih, jinah, dll. Demikian dijelaskan dalam Dokumen Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara. Banten caru berfungsi sebagai pengharmonis atau penetral buwana agung (alam semesta), di mana caru ini bisa dikaitkan dengan proses pemlaspas maupun pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru ini 10-20 tahun, tergantung tempat upacara. Penyelenggaraan caru juga dapat dilaksanakan manakala ada kondisi kadurmanggalan dibutuhkan proses pengharmonisan dengan caru sehingga lingkungan alam kembali stabil.Berkaitan dengan penggunaan binatang dalam upacara caru / tawur ini juga sesuai dengan sastra weda khususnya juga disebutkan dalam beberapa lontar seperti Siwa Purana dan Markandhya Purana. Demikianlah caru ini disebutkan dan dilaksanakan untuk keharmonisan alam semesta ini.

Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

Comments