Nawa Widha Bhakti
binatangpun memerlukan kedamaian itu. Kemudian perlu dipahami juga bahwa kedamaian itu bukan dibutuhkan saat ini saja, tetapi kedamaian itu dibutuhkan oleh seluruh sekalian alam baik untuk masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Demikianlah sabda, intruksi dan pesan dari Kitab Suci Veda yang harus kita ditindaklanjuti dengan sraddha dan rasa bhakti (iman dan taqwa) yang mantap. Apabila dalam kehidupan ini setiap umat manusia umumnya dan khususnya umat Hindu mampu mewujudkan kedamaian itu maka impian umat manusia untuk menciptakan suasana sorga di dunia ini dapat diwujudkan. Tetapi kenyataannya masih banyak umat manusia yang keliru memaknai hidupnya khususnya tentang suasana alam sorgawi yang mereka dambakan disaat alam kematian, mereka berharap masuk sorga atau menikmati suasana alam sorgawi disaat kematian tetapi melupakan suasana alam sorgawi dalam kehidupan nyata yaitu kehidupan saat di dunia pana ini. Pada hal proses kematian yang baik adalah “Hidup yang baik dulu, baru mati yang baik”, karena dengan kehidupan yang baik disaat hidup dapat dijadikan modal dasar dan atau matra untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik disaat ini dan saat di alam akhirat.
Pengertian Nawa Wida Bhakti atau Nawa Widha Bhakti
Secara etimologi Nawa widha bhakti adalah sembilan usaha dan upaya, pendekatan, pengetahuan atau jalan berlandaskan cinta-kasih untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia. Kondra (2015:170-171) menjelaskan Nawa Widha Bhakti atau Nawa Wida Bhakti adalah sembilan bentuk bkati untuk memuja Tuhan diantaranya adalah sravanam, Kirtanam, Smaranam, Padasevanam, Arcanam, Vandanam, Dasya, Sakhyam dan Atmanivedanam. Kesembilan Bagian Dari Nawa Widha Bhakti akan dijelaskan sebagai berikut: Bagian Bagian Nawa Widha Bhakti:1. Srawanam
Srawanam dapat diartikan sebagai mendengarkan piteket/ pitutur sane rahajeng/ baik. Mendengarkan ‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.2. Wedanam
Wedanam artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini. Membaca kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa Agama Hindu baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani yang lebih luas.3. Kirthanam
Kirthanam artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani. Melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar Agung, Sekar madya dan lagu- lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai budaya (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 224).4. Smaranam
Smaranam artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Secara berulang-ulang menyebutkan Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.5. Padasewanam
Padasewanam artinya sujud bhakti di kaki Nabe. Sujud Bhakti di kaki Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci seperti Pendeta/Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu, memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat manusia dan seisi alam semesta ini.6. Sukhyanam
Sukhyanam artinya menjalin persahabatan. Menjalin persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu: Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti: susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 225).7. Dahsyam
Dahsyam artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri dihadapan para bhatara- bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap percaya secara penuh kehadapan Tuhan. Berpasrah diri adalah sikap bertanggung jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang. Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan menelantarkan peserta didiknya. Demikian juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang baik. Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.8. Arcanam
Arcanam artinya bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan. Bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah perwujudan Tuhan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 226).9. Sevanam
Sevanam artinya memberikan pelayanan yang baik. Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam konteks pelayanan ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama. Pelayanan sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci Rgveda, sebagai berikut;"Svasti na indro vrddhaúravàh svasti nah pùsà viúvavedàh. svasti nas tàrksyo aristanemih svasti no brhaspatir dadhàtu". Terjemahan: "Sang Hyang Indra yang berjaya, Sang Hyang Pusan Yang Maha Kuasa, Garuda yang bersayap kuat dan Brhaspati yang berpengetahuan tinggi, semoga memberkahi kami dengan kesejahteraan" (Yajurveda XXV. 19).Rasa hormat, sujud bakti, sikap welas asih, dan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan bermanfaat dalam hidup ini dan kelak apabila dapat kita amalkan dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan dan kesejahtraan sesama. Lakukanlah demi tegaknya dharma (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 227).
Pentingnya menanamkan ajaran Nawa Wida Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga ini dikarenakan beberapa hal diantaranya; Pertama, Kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk meninggalkan jati dirinya sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya, sehingga kualitas iman dan taqwa (sradha bhakti) yang selama ini dijunjung tinggi semakin lama semakin tergeser oleh pola kehidupan yang mengglobal dan modern. Budaya global yang diakibatkan oleh modernisasi dalam berbagai bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus menerus mengikuti perkembangan sosial masyarakat menusia, sehingga kadangkala akibat dari pengaruh dunia global dan modernisasi ini bisa membawa manfaat yang positif dan negatif bagi kehidupan spiritual individu masyarakat manusia.Dari segi positif modernisasi bisa menguntungkan kehidupan baik jasmani dan rohani individu masyarakat manusia, namun di sisi negatif modernisasi bisa mengakibatkan semakin tergesernya sendi-sendi kehidupan termasuk semakin terkikisnya nilai-nilai religiusitas pada sebagian anggota masyarakat manusia. Pengaruh negatif yang dimaksud terhadap anggota masyarakat manusia dewasa ini sering terterjadi perselisihan, kekerasan, diskriminasi, ketidak adilan, dan sebagainya yang kecenderungan prilakunya mengarah pada bentuk prilaku yang dapat merugikan dirinya, keluarganya dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat atau sosialnya. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena jika hal tersebut di atas dibiarkan terus terjadi, maka kualitas kebersamaan, persatuan dalam bermasyarakat akan semakin menipis, dan pada akhirnya nanti esensi sebagai masyarakat manusia yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan makhluk lainnya melalui cara berpikir, berkata dan berprilaku semakin lama akan mengkhawatirkan. Kedua, Di lingkungan atau intern keluarga merupakan proses pembelajaran, pendidikan dan pembekalan pengetahuan paling awal. Oleh karenanya maka setiap anggota keluarga terutama orang tua, dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan dharma-nya, dengan harapan pada setiap anggota keluarga memiliki iman dan taqwa (sradha bhakti) sifat dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia yang sangat diperlukan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat manusia. Dalam kitab suci Veda dan susastra suci Veda yang lainnya banyak menguraikan tentang pentingnya ajaran bhakti, dan swadharma orang tua terhadap anaknya, demikian pula bhakti dan swadharma dari anak kepada orang tuanya. Dalam kitab suci Manavadharmasastra dijelaskan bahwa secara non fisik suami-istri masing-masing mengupayakan agar jalinan cinta dan kasih sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan, pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya dalam Sarasamuscaya juga diajarkan tentang tiga kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu sebagai berikut: Pertama, Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak dengan baik. Kedua, Prannadatta, artinya orang tua wajib membangun atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. Ketiga, Annadatta, yaitu kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (anna) salah satunya kebutuhan hidupnya yang paling esensial. Demikian pula dalam Kekawin Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut orang tua yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida yaitu: Pertama, sang ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah yang pertama-tama menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap ayah dan ibu saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan keberadaan kita dewasa ini. Kedua, sang anyangaskara, artinya orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara. Ketiga, sang mangupadyaya, artinya seseorang dapat disebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidak dapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka. Keempat, sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang memberikan anggota keluarganya makan dan kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayah memiliki tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. Kelima, Sang matulung urip rikalaning baya, artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari ancaman bahaya. Perlindungan tersebut tidaklah semata-mata berarti fisik, juga perlindungan yang bersifat rohaniah. Sedangkan bhakti dan swadharma anak kepada orang tuanya, sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda, seorang anak dikatakan suputra apabila anak itu memiliki sradha, bhakti dan serta tumbuh menjadi anak yang mampu menyelematkan dirinya, orang tuanya, dan seluruh keluarganya dari lembah penderitaan menuju kehormatan dan kebahagiaan. Dan yang lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.Perenungan Ågveda IV.17.17“Tràtà no boghi dadhaúàna àpir abhiravyàtà mardità somyànàm, sakhà pità pitåtamàá pitåóàý kartemu lokam uúate vayodhàá". Terjemahan: "Jadilah engkau penyelamat kami; tunjukkanlah bahwa dirimu milik kami, memelihara dan menunjukkan belas kasihan kepada pemuja. Kawan, ayah, pengayom yang maha agung, memberikan kepada pemuja yang menyintai tempat serta kehidupan yang bebas".
Comments
Post a Comment