Pada hakekatnya tujuan utama Ilmu pengetahuan khususnya kerohanian adalah mengantarkan masyarakatnya untuk dapat hidup sejahtera, tentram dan damai sepanjang waktu. Para leluhur pada Jaman dahulu telah merumuskan nilai-nilai pengetahuan ketuhanan yang sederhana namun kaya filosophf pada etika sosial, proses sadhana dan ritual upakara ( bhakti dan karma marga ). Begitupula pada golongan masyarakat tertentu juga sudah dirumuskan prinsip pengetahuan utama yakni rahasia kehidupan dan kesadaran ketuhanan yang tertinggt ( jnana dan raja marga ).

Rumusan-rumusan pengetahuan ketuhananini memiliki dasar yang kuat pada masing-masing penggalinya yang disebut sampradaya atau sekte, sepertl Pasupataya, Ganapataya, Siwa Sampradaya, Sekte Indra, Sekte Bairawa, Kamahayanan, Kasogathan dan yang lainnya. Pada abad pertengahan semua sampradaya dan faham yang ada disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi faham tri murti yakni sebuah ajaran yang hanya memiliki dasar ketuhanan pada Dewa Brahma, Desa Wisnu dan Dewa Siwa. Inilah yang menjadi cikal bakat penyatuan masyarakat bali yang sebetumnya terpecah-pecah kedalam sampradaya atau sekte. Penyatuan masyarakat Bali ini dibuatkan sistem kemasyarakatn lagi dengan nama Desa pakraman dengan memiliki tiga kahyangan yakni kahyangan puseh, kahyangan desa dan kahyangan dalem dengan pelaksanaan penyelenggaraan.

Yajnya dan kegiatan lainnya menyesuaikan pada wilayah setempat.



Apa Itu Meditasi Eling Lan Waspada?

Apa Itu Meditasi Eling Lan Waspada?


There is no distinction between subject and object. The world and the pairs ofopposites vanish absolutely. This is a state beyond all relativity - though it is not a state of inertia. It is a condition of complete, perfect awareness. It is indescribable, It must be felt and experienced by the aspirant himsel In this state the triad - the knower, known and knowable - disappears

~ Sri Sivami Sivananda Saraszvati ~

Pertama-tama Kita Harus Eling

Pertama-tama kita harus 'sadar', harus eling. Dari sinilah kita memulainya; memulai semuanya. Sadar disini bisa diibaratkan dengan bangun tidur, ia juga bisa diibaratkan dengan terbitnya sang surya. Kita mengawali segala aktivitas keseharian kita, sejak bangun tidur. Terbitnya matahari berarti dimulainya hari; terbitnya matahari juga berarti dunia mulai terang; kegelapan malam dan kegelapan tidur serta buaian mimpi-mimpi telah usai. Mengawali segala sesuatunya dalam sadar juga berarti mengawalinya dalam terang, dalam kejelasan, dengan jernih, jujur, tulus, dan dengan polos. Ini sangat sedikit orang yang mengawali melakukan sesuatu dengan 'sadar' -seperti yang kita maksudkan ini. Kebanyakan dari kita mengawali segala sesuatunya dengan maksud, dengan motif, dengan niatan-niatan untuk memperoleh sesuatu, dengan pamerih. Seorang pebisnis misalnya, mengawali setiap tindakannya dengan pamerih bisa meraup keuntungan yang sebesar-besarnya; seorang penjudi mengawali setiap tindakannya dengan pamerih memenangkan taruhan dalam jumlah besar. Seorang prajurit di medan perang memulai hari-harinya dengan motif memenangkan setiap pertempuran, yang juga berarti mengalahkan semua musuh-musuhnya. Teramat sangat sedikit di antara kita yang mengawalinya dengan 'sadar'. Oleh karenanyalah kita jadi tabrak-sana-tabrak-sini, serempet-kanan-serempet-kiri, senggol-kanan-senggol-kiri. Bila kita 'sadar', dan mengawali segala sesuatunya dengan 'sadar', akan kecil sekali kemungkinannya mengalami 'kecelakaan'. Kesadaran itulah yang akan membimbing kita, menerangi setiap langkah kita, melapangkan jalan yang kita lalui. Mari kita awali setiap langkah kita dengan eling!

Mengapa Keclingan Sedemikian Pentingnya?

Berikut adalah tanya-jawab yang membicarakan tentang seputar signifikansi dari keelingan. Mengapa Keelingan sedemikian pentingnya di dalam hidup ini? Tidak eling sama dengan mati; sama dengan tidak ada. Benda mati tidak punya keelingan sama sekali. Tanpa keelingan bahkan si aku-pun tidak ada. Eling itulah hidup, eling itulah seluruh keberadaan kita. Eling seringkali dikaitkan dengan waspada; ada ungkapan 'eling dan waspada misalnya. Disini  apa  yang  mesti diiwaspadai? Kecendrungan 'tidak eling'. Dan kecendrungan ini sangat kuat. Inilah yang perlu diwaspadai. Mengapa ada kecendrungan 'tidak eling' ini pada kita, padahal kita nyata-nyata hidup - dimana dikatakan bahwa 'tidak eling' itu sama dengan mati? Penyebab utamanya adalah rena kita berjasad materi vang 'tidak eling'. Tubuh ini terbuat dari elemen-elemen dasar materi, dan dia kepunvaan alam materi ini. Kita mengenakaruwa, dan oleh karenanya pengaruhnya sangat kuat pada diri ini. Tidaklah keelingan itu sendiri juga merupakan hasil dari reaksi atau sintesa -yang sedemikian rumitnya - dari bentuk-dentuk materi? Tidak. Keelingan 'bukan hasil'. Ia ada, Seperti juga keberadaan itu sendiri. Kalau keelingan merupakan hasil dari reaksi atau sintesa dari bentuk-bentuk materi, maka tumbuhan dan khewan-pun punya 'derajat keelingan' yang sama dengan manusia. Nyatanya tidak bukan? Derajat keelingan'... ini istilah yang relatif baru lagi buat saya. Apa yang dimaksudkan dengan 'derajat keelingan' ini? Inilah yang membedakan martabat makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya; inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang, binatang dengan tumbuhan, tumbuhan dengan mineral atau benda mati, atau manusia dengan dewa atau malaekat. Anda tak mau dipersamakan begitu saja - jangankan dengan tumbuhan - dengan khewan, karena Anda bermartabat manusia. Setidak-tidaknya Anda 'merasa' demkian bukan? Kalau manusia punya 'derajat keelingan' yang tidak sama dengan khewan ataupun tumbuhan, apakah semua manusia punya 'derajat keelingan' yang sama? Pada dasarnya ya. Tapi tidak sama, melainkan setara. Pada dasarnya manusia punya 'derajat keelingan' yang setara. Oleh karenanyalah Anda dan saya punya perhatian yang besar terhadap masalah ini. Bila tidak, Anda tak akan peduli soal ini. [keduanya tertawa] Baiklah..........., Tetapi, secara faktual, mengapa masing-masing mengekpresikan 'derajat keelingan' yang berbeda-beda, bertingkat-tingkat, berkelas-kelas; bahkan pada sementara orang tampak sedemikian rendahnya hingga mendekati binatang? Itulah bukti dari sedemikian besarnya pengaruh jasad yang kita kenakan ini. Pengaruh dari alam material terhadap diri manusia. Semakin besar pengaruh jasad pada diri seseorang, semakin rendah pula 'derajat keelingan'-nya. Inilah yang harus-diwaspadai. Baiklah .... sekian dulu bincang-bincang kita soal ini. Camkanlah itu baik-baik, sebelum kita lanjutkan lebih jauh lagi dalam sesi berikutnya. Jalanilah kehidupan Anda dalam 'eling dan waspada' selalu!

Jangan Cepat-cepat 'Merasa Sudah' Eling!

Alkohol atau Narkoba boleh jadi merupakan substansi memabukkan, namun dalam penggunaan yang proporsional ia juga berfungsi sebagai obat. Kita tahu kalau banyak sekali hal-hal dalam kehidupan ini yang berpotensi memabukkan, yang bisa membuat kita lupa-diri, hilang-ingatàn, atau sejenisnya. Namun, apabila seseorang bisa mengambil 'jarak-aman' terhadapnya, yang tidak berarti menjauhinya atau tidak mau menggu¬nakannya sama-sekali, mereka malah bisa memberi banyak manfaat. Demikian pula sebaliknya. Yang eling, bukan saja tidak mabuk, akan tetapi juga tidak akan membiarkan dirinya dimabukkan oleh apapun, kendati dikelilingi oleh berbagai hal atau substansi yang memabukkan. Yang eling tahu persis seberapa ia mesti menetapkan 'jarak-aman' terhadap semua itu, karena ia juga akan dibekali dengan kearifan. Keelingannya itulah yang membawa-serta kearifan itu. Ia yang sudah benar-benar eling bisa saja tampak bermain-main dengan berbagai hal yang memabukkan itu, balikan menggunakannya secara sangat bermanfaat, menggunakannya untuk 'menyembuhkan' banyak orang misalnya, akan tetapi, bila kita belum yakin kalau kita sudah benar-benar eling, akan sangat arif untuk menjauhi substansi ataupun hal-hal yang berpotensi memabukkan itu. Jangan coba-coba bermain dengan mereka. Jangan ikut-ikutan. Jangan pula cepat-cepat 'merasa sudah' eling! Ini, pada gilirannya, akan memberi kita kemampuan untuk menetapkan 'jarak aman' itu.

Langsung Mengembalikan Kepada 'Yang Eling' itu

Kegelisahan kegundahan, kejemuan, kebosanan, kejenuhan dan uring-uringan bagi kita yang biasa sibuk yang umumnya disebut-sebut sebagai ciri dari 'manusia moderen' itu - seolah-olah tiada terhindari. Setidak-tidaknya, sekali kita pernah mengalaminya. Kondisi mental seperti itu tentu sangat tidak mengenakkan. Ia membuat kita tidak fokus, merasa tidak betah. Tapi, bila kita "sadar mengapa" kita gundah, bisa jadi kegundahan itu malah sirna. "Sadar mengapa" gundah bukanlah sekedar sadar kalau kita sedang gundah, atau sekedar tahu kalau kita mengalami kegundahan. Sekedar sadar ataupun sekedar tahu kalau gundah tidak menghilangkan kegundahan itu. "Sadar mengapa" bukanlah manuver intelek. Intelek tidak menyirnakan kegundahan dan membual semakin gundah. "Sadar mengapa" langsung mengembalikan Anda kepada 'yang eling' itu. Itulah Anda.

Menyokong Penempatan Sebagai 'Yang Sudah Eling'

Manakala mencermati soal 'si aku', kita mesti sadar kalau 'si aku' punya dua peran-utama yang senantiasa melekat, menyatu dengan keberadaannya yakni : sebagai subjek (the I) dan sebagai objek (the me). Bila tidak, kita cenderung dibingungkannya. 'Aku-subjektif bersifat agresif, aktif dan sebagainya, layaknya semua subjek; sedangkan, layaknya semua objek, 'aku-objektif bersifat agresif, aktif dan sebagainya, layaknya semua subjek; sedangkan, layaknya semua objek, 'aku-objektif bersifat defensif, pasif dan sebagainya. Hanya dengan bermodalkan kesadaran atas fakta inilah, kita bisa mencermatinya secara lebih lengkap dan menyeluruh. Sekarang ini misalnya, saat kita mencoba mencermatinya ini, kita memposisikan-diri sebagai si aku-subjektif yang sedang mencermati si aku-subjektif. Kita butuh 'jarak imajiner' tertentu agar bisa mengamatinya dengan seksama. Dimana 'jarak imajiner' itu tiada lain dari perbedaan peran dari si aku yang notabene sama. Namun, pada saat yang bersamaan, Anda sebetulnya sedang memposisikan-diri di atas keduanya, lebih tinggi dari keduanya; baik yang subjektif maupun yang objektif. Kenapa? Sebab bila tidak, Anda tidak akan bisa melihat kalau ia mengambil dua peran-utamanya itu. Dan ini, tentu suatu 'jarak imajiner' juga adanya. Jadi, 'jarak imajiner' ini sebetulnya bada lain dari kesadaran yang berlandaskan pemahaman akan fakta dari keberadaan si aku - berikut peran-perannya - itu sendiri. Inilah yang nantinya akan membuahkan pemahaman-diri yang lebih lengkap dan menyeluruh kepada Anda. Inilah yang menyokong penempatan Anda sebagai 'yang sudah eling'.

Tidak Bisakah Kita Tetap Sepenuhnya Eling....?

Ketika kita sedang berupaya untuk mencapai sesuatu, kita hanyut, kita dimabukkan oleh sesuatu - yang notabene masih ada di luar jangkauan-itu. Apa yang ada di benak kita ketika itu, hanyalah 'bagaimana aku bisa mencapainya?'. Hanya itu. Oleh karenanya, selama itu pula tak hadir keelingan menyeluruh. Apapun yang kita perbuat, ucapkan, serta pikirkan selama itu hanya digerakkan oleh hasrat yang kuat - dalam bentuk daya-upaya-itu saja. Hanya setelah itu tercapai, dan pergulatan upaya itu mereda, dan kita punya waktu untuk merenung sejenak akan apa yang sebetulnya telah kita perbuat selama ini, barulah kita sadar, barulah kita eling kalau ketika itu demikian adanya. Jadi bukan sebelumnya, dan bukan pada saat atau selama perjuangan itu berlangsung. Makanya, hanya pada mereka yang sudah eling sajalah mungkin timbul pertanyaan : Tidak bisakah kita tetap sepenuhnya eling, tidak hanyut, tidak mabuk, kendati sedang berupaya mencapai sesuatu? Bagaimana kita akan menjawab pertanyaan ini? Bisakah pertanyaan ini terjawab tuntas hanya dengan menginteleksikannya? Tentu tidak! Kita harus menyelam; dalam ari, kita harus ada dalam kondisi berupaya, dan pada saat yang bersamaan tetap eling, tidak hanyut, tidak mabuk. Disinilah kita akan menemukan betapa sulitnya untuk senantiasa eling. Sekarang ini misalnya, Anda 'merasa eling' bukan? Tapi apakah memang begitu? Tidakkah Anda sedang terhanyut di dalam tulisan ini? Coba amati diri Anda; tidakkah sekarang ini Anda sedang terhanyut? Nah...... persis ketika kita sadar kalau kita sebetulnya sedang hanyut, sedang mabuk, dimana kemudian muncul 'Oh ya .... saya lagi-lagi terhanyut....', saat itulah kita benar-benar eling kembali. Makanya, 'eling dari-saat-ke-saat' memang sangat mudah untuk diucapkan, diverbalisasikan, diinteleksikah, namun luar biasa sulit buat diterapkan - apalagi di tengah-tengah hiruk-pikuknya kehidupan duniawi yang penuh daya-upaya, penuh perjuangan dan pergumulan tiada henti ini. Untuk bisa melihat bagaimana sesuatu terjadi, kita mesti membiarkan sesuatu itu berlangsung tanpa mengganggunya, tanpa menyelanya, tanpa ikut-campur di dalamnya; kita mesti memberinya derajat kebebasan tertentu untuk memungkinkan proses itu berlangsung betapa mestinya, secara alamiah. Bila kebebasan itu tidak diberikan secukupnya, hasil amatan malah akan menipu nantinya, karena ia tidak berlangsung apa adanya. Apapun yang tidak apa adanya, bersifat palsu, berpotensi mengecoh dan menipu. Demikian juga halnya di dalam mengamati apa yang ada di benak kita. Kita mesti memberi ruang secukupnya bagi berbagai bentuk pemikiran dan perasaan yang muncul, mengada untuk beberapa saat dan tenggelam. Jangankan mengendalikannya supaya begini atau begitu, menyelanyapun sebaiknya tidak. Persoalan atau kesulitan yang umumnya sering kita hadapi disini adalah : kebiasaan kita yang cenderung mengatur, mengendalikannya supaya begitu atau begitu, menyelanyapun sebaiknya tidak. Persoalan atau kesulitan yang umumnya sering kita hadapi disini adalah : kebiasaan kita yang cenderung mengatur, mengendalikan agar begini atau begitu, yang kita anggap buruk agar cepat pergi dan' yang baik agar bertahan, atau sebaliknya, cenderung terhanyut di dalam salah satu bentuk pemikiran atau perasaan yang sedang berlangsung. Kalau tidak mengatur, kita malah cenderung terhanyut. Inilah kesulitan kita. Bagusnya adalah, mengetahuinya demikian, menjadikan kita waspada. Tanpa mengetahuinya demikian, kita tidak tahu apa yang mesti diwaspadai bukan? Mengetahui kalau pikiran cendering menyeleweng pada hal-hal yang berbau sensual, kita menjadi waspada akan dorongan sensualitas itu. Dan dengan memperhatikannya dengan seksama, dengan cermat, kita tahu kekuatannya, kita tahu kapan biasanya ia muncul dan untuk berapa lama biasanya ia bertahan, seberapa besar kekuatannya untuk menggerakkan kita, dan bagaimana ini sirna untuk kemudian diganti dengan yang lainnya. Inilah Meditasi Eling dan Waspada itu.

Keelingan Membawa Disiplin dan Etika-Moralnya Sendiri

Suatu ketika seorang filsuf Yunani pernah berujar "Nothing is easier than self-deceit. For what each man wishes, that he also believes to be true". Namun yang benar-benar eling tak akan menipu-dirinya sendiri, tidak akan berkata atau berbuat tidak jujur, tidak akan berpura-pura, tidak akan menyakiti - baik melalui pemikiran, ucapan maupun tindakan, karena di dalamnya ada kemakluman dan kesabaran-tidak akan menginginkan milik orang lain-apalagi sampai mencuri atau korupsi atau sejenisnya, tidak akan iri pada kesuksesan orang lain, tidak akan merasa bersaing dengan siapapun apalagi mendengki, dan yang pasti, yang benar-benar eling tidak akan munafik. Seperti ketika kita sudah merasa kenyang akan menolak makan, merasa sudah sadar inilah - pada gilirannya - justru yang menjadi penghalang utama dari hadirnya keelingan. Padahal, kebanyakan dari kita baru sekedar 'merasa sadar'; belum benar-benar eling. Irrilah menjadi kesulitan dari mereka yang berhasrat membangkitkan keeiingan orang-orang. Namun, bukanlah suatu pilihan yang mungkin bagi yang benar-benar eling untuk lari dari kesulitan yang dihadapinya. Keeiingan membawa disiplin dan etika-moralnya sendiri. Kita tak akan mungkin mengharapkan tindakan moral dari mereka yang benar-benar eling, kendati tampaknya mereka kurang mengindahkan etika sosial-yang sangat superfisial dan penuh dengan kepura-puraan itu. Inilah Meditasi Eling Lan Waspada Itu Untuk bisa melihat bagaimana sesuatu terjadi, kita mesti membiarkan sesuatu itu berlangsung tanpa mengganggunya, tanpa menyela; tanpa mencampurinya; kita mesti memberinya derajat kebebasan tertentu untuk memungkinkan proses itu berlangsung betapa mestinya, secara alamiah. Bila kebebasan itu tidak diberikan secukupnya, hasil amatan malah akan menipu nantinya, karena ia tidak berlangsung apa adanya. Apapun yang tidak apa adanya bersifat palsu, berpotensi mengecoh dan menipu. Demikian juga halnya di dalam mengamati apa yang ada di benak kita. Kita mesti memberi ruang secukupnva oagi berbagai bentuk pemikiran dan perasaan yang muncul, mengada untuk beberapa saat dan tenggelam. Jangankan mengendalikannya supaya begitu atau begitu, menyelanyapun sebaiknva tidak. Persoalan atau kesulitan yang umumnya sering kita hadapi disini adalah : kebiasaan kita yang cenderung mengatur, mengendalikan agar begini atau begitu, yang kita anggap buruk agar cepat pergi dan yang baik agar bertahan, atau sebaliknya, cenderung terhanyut di dalam salah satu bentuk pemikiran atau perasaan yang sedang berlangsung. Kalau tidak mengatur, kita malah cenderung terhanyut. Inilah kesulitan kita. Bagusnya adalah, mengetahuinya demikian, kita tidak tahu apa yang mesti diwaspadai bukan? Mengetahui kalau pikiran cenderung menyeleweng pada hal-hal yang berbau sensual, kita menjadi waspada akan dorongan sensualitas itu. Dan dengan memperhatikannya dengan seksama, dengan cermat, kita tahu kekuatannya, kita tahu kapan biasanya ia muncul dan unttik berapa lama dan bagaimana ia sirna untuk kemudian diganti dengan yang lainnya. Inilah Meditasi Eling lan Waspada itu.

Saat eling ada kepwaspadaan; dan dalam kewaspadaan ada kesiap-siagaan. Saat eling, dimungkinkan pengarahan perhatian dalam intensitas yang dibutuhkan. Dalam eling, kecil kemungkin-annya seorang melakukan hal-hal yang tidak baik, yang bertentangan ataupun menyimpang dari prinsip-prinsip kebenaran. Dalam eling-lah Kebenaran Universal menampakkan diri untuk mencerahi. Upayakanlah agar selalu elingl Eling bukan sekedar sadar, bukan juga sekedar ingat. Eling tidak mencerap pun bukannya tidak mencerap. Sesungguhnya, eling itu terang; sebaliknya, lupa itu gelap. Hanya dalam teranglah ada Kecerahan. Dalam gelap hanya ada kebingungan.... Upayakanlah selalu eling!

 



Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

Comments