Catus Pata
Catus Pata (catuspata) adalah sebutan perempatan di Bali dengan keberadaan
Tugu ditengahnya sebagai simbol penjaga keharmonisan dan ketentraman jagat Bali. Tugu adalah pengingat sebuah kisah dan juga berfungsi sebagai penjaga ketentraman serta kehamonisan alam dan umat manusia; Dimana dalam Purana Dewa Tatwa disebutkan ketika ke Bali pada zaman dahulu diceritakan Bhatara Hyang Tugu berparhyangan di Gunung Andakasa. Berkaitan dengan arsitektur pura pada umumnya terbuat dari bahan batu alam seperti batu paras, batu karang laut, batu bata atau jenis-jenis batu lainnya atau campuran atas beberapa jenis batu.
Tugu Penunggun Karang ini dengan berbagai jenisnya sesuai dengan lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi dijelaskan :
- Di areal sanggah / Merajan atau di tempat suci pekarangan rumah :
- Di posisi tenggara menghadap ke barat dianmakan Tugu penyarikan.
- Posisi di barat laut menghadap ke selatan Tugu dinamakan anglurah sedahan dengan posisi di barat laut menghadap ke selatan sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya.
- Sedangkan tugu ajaga-jaga berkedudukan di pintu masuk bagian kanan menghadap ke barat dan tugu (surya) pangijeng natah berkedudukan di tengah-tengah natah (pekarangan) menghadap ke barat / selatan.
- Dibuatnya sedahan tugu di lebuh depan rumah sebagaimana disebutkan pula berfungsi untuk linggih Ratu Anglurah Tangkeb Langit sebagai penglurah Ida Sang Hyang Wisesa agar menjaga pertiwi sebagai salah satu elemen dasar panca maha butha.
- Keberadaan sebuah tugu di sawah berkaitan dengan penelitian ritual nangluk mrana bertujuan untuk menangkal atau mengendalikan gangguan - gangguan yang dapat membawa kehancuran atau penyakit pada tanaman.
- Penempatan sebuah tugu di catus pata sebagai simbol siklus sakral dalam perputaran waktu.
Keberadaan sebuah tugu memang amatlah sakral dimana pada zaman dahulu dalam kisah Ramayana juga diceritakan ada sebuah batu sebesar manusia yg mirip sebuah tugu. Menghadapi keterlanjuran itu Sang Resi segera mengangkat tugu batu tsb dan dilemparkannya sejauh mungkin, dan ternyata jatuh di Taman Argasoka dekat kerajaan Alengka. Kutukan ini akan berakhir kelak bila batu tsb digunakan untuk membela kebenaran dengan cara dihantamkan ke kepala seorang raksasa atau angkara murka. Demikianlah disebutkan keberadaan sebuah tugu dibangun sebagai pengingat sebuah kisah dan penjaga ketentraman secara niskala yang perlu dijaga kelestariannya.
Dalam siklus perputaran waktu menuju ke pergantian tahun baru
Saka. Saka ("isaka"; "caka") adalah penanda waktu dari zaman ke zaman dalam stabilitas peradaban kehidupan di alam atau dunia ini sebagai renungan suci dalam menyambut pergantian tahun baru saka yang di Bali dirayakan saat perayaan Nyepi setahun sekali.yang sebagaimana disebutkan :
Tahun kalender Saka yang di Bali disebutkan :
- Dalam teks Candrapaleka, tahun Caka dibagi 12, lalu sisa pembagian tersebut merupakan ketentuan yang menjadi ketetapan pangunyan sasih yang juga akan berdampak pada suka dan duka dalam kehidupan ini.
- Tahun Saka sebagai penanda yang biasanya digunakan untuk menetukan ala ayuning dewasa yang dari dahulu digunakan sebagai acuan dalam setiap upacara yadnya di Bali seperti halnya dalam penentuan hari raya, piodalan dll.
- Tiang Saka Bali, sebagai stabilitas yang konstruksinya diyakini untuk penjiwaan yang mampu mengantisipai setiap ancaman yang berasal dari alam ini.
- Tahun baru Bangsa Saka sebagai pedoman yang digunakan tanda perdamiaan oleh Raja Kaliska I.
- Sang Aji Saka, seorang pendeta yang dahulu mengajarkan aksara wreastra pada masyarakat Bali yang digunakan sampai sekarang ini.
Khususnya tahun kalender saka yang berdasarkan atas rumus perhitungan wariga dan dewasa ayu dalam kalender bali disebutkan bersumber dari beberapa lontar wariga yaitu :
- Lontar Medangkamulan sebagai pedoman dalam melakukan upacara yadnya .
- Lontar Bagawan Garga yang diwujudkan dalam tingkatan dan angka - angka yang telah ditentukan untuk masing - masing urip wewaran.
yang awalnya kedua lontar tersebut menceritakan tentang
- kelahiran wuku,
- keberadaan bhuwana agung, alam semesta kita ini, serta
- menceritakan para dewa dan rsi yang juga diwujudkan dalam tingkatan dan angka - angka tersebut
Mengingat pentingnya pergatian tahun saka ini, sehingga setiap pergantian tahun saka ini dilaksanakan upacara tawur yang bertujuan untuk keharmonisan bhuwana agung dan bhuwana alit sebagai aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana untuk menyongsong warsa anyar, tahun baru saka yang lebih baik yaitu dengan prosesi upacara :
- Setiap 100 tahun sekali yaitu tahun saka dengan dua digit terakhir menunjukan angka "00" yang diakhiri dengan dilaksanakannya dengan upacara eka dasa rudra.
- Setiap 10 tahun sekali yaitu tahun saka dengan dua digit terakhir menunjukan angka "0" (panglong ping 15 (tilem) sasih kesanga) yang diakhiri dengan dilaksanakannya dengan upacara Panca Wali (Bali) Krama di Pura Besakih.
- Setiap 1 tahun sekali tepatnya pada tilem (bulan mati) sasih kesanga dilaksanakan tawur kesanga yang dirangkai dengan perayaan pengerupukan untuk mengelilingi catus pata sebagai simbol siklus sakral perputaran waktu menuju ke pergantian tahun baru saka dengan mengarak ogoh-ogoh mengelilingi jalan-jalan desa untuk menyambut tahun baru yaitu hari raya nyepi sebagai awal mulainya tahun baru saka ini.
Biasanya bertepatan dengan upacara pengerupukan biasanya masyarakat Bali melaksanakan acara mengarak ogoh-ogoh untuk mengelilingi jalan-jalan desa dan mengitari catus pata tersebut yang merupakan perlambang dimana sifat-sifat negatif mesti
di-somya agar tak mengganggu kehidupan manusia.
Nyomia adalah prosesi dalam hal menetralisir kekuatan - kekuatan jahat agar menjadi suatu kekuatan yang baik dan berguna bagi diri manusia itu sendiri dan kehidupan di alam semesta ini.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas juga dalam beberapa Lontar baib Dewa Tattwa maupun Eka Pratamabahwa dalam seluk beluk caru dan tawur sebagaimana dijelaskan Stiti Dharma Online disebutkan bahwa :
Makna Tawur Kesanga dilaksanakan di Catus Pata karena di Catus Pata inilah mula pertama Dewi Uma berubah menjadi Bhatari Durga untuk menciptakan Bhutakala dan di Catus Pata inipula Sang Pretanjala berubah menjadi Mahakala.
Maka dari itu sejak zaman lampau di Bali utamanya, Catus Pata ditetapkan oleh Raja atas saran Bhagawanta dimana pelaksanaan upacara yadnya seperti tersebut diatas hendaknya juga bagi Desa-Desa Pakraman yang baru, penetapan Catus Pata dilakukan oleh perarem Desa Adat atau Pakraman setelah mendapat saran dari seorang Sulinggih yang mempunyai wewenang untuk muput.
Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,
Comments
Post a Comment